JAKARTA, KOMPAS.com — Persoalan bangsa terbesar saat ini adalah kejahatan korupsi. Dari tahun ke tahun, kejahatan korupsi terus tumbuh makin canggih, mengalami evolusi dan mengalami regenerasi.

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Abraham Samad menegaskan hal itu dalam Seminar Dewan Guru Universitas Indonesia di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, Selasa (26/11). Seminar bertajuk ”Indonesia Menjawab Tantangan: Kepemimpinan Menjadi Bangsa Pemenang” ini juga menghadirkan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD sebagai narasumber.

Abraham menjelaskan, korupsi berevolusi karena pada masa lampau dilakukan dengan cara- cara sederhana. Dari sekadar suap, korupsi kini sudah masuk kategori kejahatan ”kerah putih”. Kejahatan ini dilakukan oleh kaum intelektual, terpandang, dan pintar. ”Kejahatan yang masuk kategori white collar crime adalah kasus Century. Belum lagi, kita bicara kasus tindak pidana pencucian uang. Ini merupakan evolusi dari kejahatan-kejahatan yang tradisional,” ujarnya.

Selain itu, kejahatan korupsi juga disebut mengalami metamorfosis dan mengalami regenerasi. Abraham menyebutkan, sebelumnya, koruptor berusia 45-50 tahun. Sekarang, korupsi dilakukan generasi muda yang diharapkan jadi agen perubahan atas kebobrokan bangsa ini.

”Sebut saja Nazaruddin yang berusia 35 tahun, politisi Golkar Fadh Rafiq yang usianya 27 tahun, dan beberapa orang muda lainnya yang usianya relatif muda,” kata Abraham.

Kejahatan korupsi jadi cikal bakal kemiskinan yang tembus 29,13 juta jiwa, pengangguran yang masih mencapai 7,6 juta orang, dan utang luar negeri yang tembus Rp 1.937 triliun. Abraham menjelaskan kekayaan sumber daya alam Indonesia. Ironisnya, bangsa ini masih sangat dibayang-bayangi impor bahan pangan. Dari observasi KPK, banyak impor yang bohong.

Hukum tumpul

Mahfud MD menegaskan, kejahatan korupsi terjadi karena penegakan hukum tumpul dan gagal. ”Orang yang lantang bicara korupsi justru di kemudian hari terlibat dalam korupsi,” ujarnya.

Menurut Mahfud, KPK yang sudah berusaha keras memberantas korupsi tidak akan sanggup menghentikan secara cepat. Dari laporan korupsi yang masuk ke KPK, sekitar 16.000 kasus per tahun, kasus yang ditindaklanjuti hanya sekitar 1.600 kasus. Namun, kasus yang sampai tahap penyelesaian hanya 40 kasus.

Dia menyebutkan, simpul korupsi justru terjadi di lembaga pengadilan dan birokrasi. ”Kasus korupsi besar terjadi karena semua sudah saling mengunci dengan tindakan-tindakan korup,” ujar Mahfud. (OSA)