Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jimly: Saya Paling Mengerti MK!

Kompas.com - 08/10/2013, 22:53 WIB
Deytri Robekka Aritonang

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan Ketua Mahkamah (MK) Konstitusi Jimly Asshiddiqie berpendapat, banyak pihak salah memperlakukan MK.

Menurutnya, pembentukan Majelis Kehormatan Hakim (MKH) dan rencana penerbitan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) terkait kewenangan, seleksi, dan pengawasan MK adalah langkah yang keliru. 

Dia mengklaim dirinya sebagai orang yang paling mengerti MK.

"Saya paling mengerti MK. Baca buku saya," ucap Jimly saat ditanya soal mekanisme pengawasan hakim konstitusi yang paling efektif, di kantor Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Selasa (8/10/2013).

Ia berpendapat, tidak perlu ada lembaga baru yang secara khusus mengawasi MK. Menurutnya, pengawasan terhadap sembilan hakim konstitusi sudah secara otomatis dilakukan pihak lain.

"MK itu sudah diawasi oleh semua lembaga (terkait). kalau ada 'main-main' itu tindak pidana langsung saja ditangkap. Kalau pidananya diawasi KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), penggunaan anggaran oleh Kementerian Keuangan," jelas Jimly.

Bukan KY

Pengawasan MK, jelas dia, tidak boleh dijalankan oleh Komisi Yudisial (KY). Sebab, konstitusi tidak mengatur dan MK pernah membatalkan kewenangan tersebut. Terlebih, kata dia, KY belum dapat membuktikan kinerja yang baik dalam mengawasi Mahkamah Agung (MA).

"Kalau KY dapat menyelesaikan masalah, MA sekarang sudah bagus. Nah, MA sekarang bagus tidak? Artinya (pengawasan MK oleh KY) itu bukan solusi," tegas Jimly.

Dia juga menilai, penerbitan perppu oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai bentuk pengebirian MK. Menurutnya, rencana tersebut merupakan upaya balas dendam terhadap MK.

"Jangan gunakan kepentingan politik kita karena tidak suka MK terlalu kuat, maka dikurangi kekuasaannya, Jadi harus dikebiri. Jangan begitu," ujarnya.

Langkah presiden

Pada Sabtu (5/10/2013) lalu, Presiden berpidato tentang lima langkah penyelamatan MK. Pertama, peradilan di MK diharapkan sangat hati-hati dan MK diharapkan menunda persidangan jangka pendek.

Kedua, penegakan hukum oleh KPK diharapkan dapat dipercepat dan konklusif.

Ketiga, Presiden berencana menyiapkan perppu yang mengatur aturan dan seleksi hakim MK.

Keempat, perppu itu juga mengatur pengawasan terhadap proses peradilan MK yang dilakukan Komisi Yudisial.

Kelima, MK diharapkan melakukan audit internal.

Terkait rencana pembuatan perppu, Presiden mengatakan, hal itu dilakukan dalam rangka merespons krisis yang terjadi di lembaga tinggi negara itu sehubungan dengan tertangkapnya Ketua MK Akil Mochtar oleh KPK.

Ia menyatakan, pemerintah akan segera mengirimkan perppu ke DPR dan diharapkan bisa menjadi UU.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Bilang Demokrasi Tidak Mudah, tetapi Paling Dikehendaki Rakyat

Prabowo Bilang Demokrasi Tidak Mudah, tetapi Paling Dikehendaki Rakyat

Nasional
Menko Polhukam Sebut Pengamanan Rangkaian Paskah Dilakukan Terbuka dan Tertutup

Menko Polhukam Sebut Pengamanan Rangkaian Paskah Dilakukan Terbuka dan Tertutup

Nasional
Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Nasional
Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Nasional
KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

Nasional
Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Nasional
Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Nasional
Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Nasional
Pakar Hukum Dorong Percepatan 'Recovery Asset' dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Pakar Hukum Dorong Percepatan "Recovery Asset" dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Nasional
Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Nasional
Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Nasional
Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Nasional
TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

Nasional
Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Nasional
Pakar Hukum Duga Ada 'Orang Kuat' Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Pakar Hukum Duga Ada "Orang Kuat" Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com