”Aneh juga. Perppu (peraturan peralihan pengganti undang-undang) itu, kan, keluar dalam hal kegentingan yang memaksa. Ada kondisi yang sedemikian rupa, yang tidak bisa lagi ditempuh dengan cara-cara normal. Namun ini mau buat perppu kok sudah diumumkan terlebih dulu, padahal belum ada perppu-nya. Kita pun bertanya, kalau begitu, kegentingan yang memaksanya di mana?” tanya Wakil Ketua Majelis Pemusyawaratan Rakyat Lukman Hakim Saifuddin, di kompleks Parlemen, Senin (7/10/2013).
Selain itu, Lukman mengatakan, keanehan lainnya adalah soal penerbitan perppu yang akan disahkan menjadi undang-undang. Perppu disebutkan Presiden akan memberikan kembali kewenangan Komisi Yudisial (KY) dalam mengawasi Mahkamah Konstitusi (MK). Padahal, lanjut Lukman, MK pernah menganulir kewenangan KY mengawasi MK melalui judicial review undang-undang KY.
”Kami khawatir ini juga akan di-review kembali oleh MK. Perppu ketika sudah mendapatkan persetujuan oleh DPR, maka akan menjadi undang-undang. Ketika menjadi undang-undang, maka akan menjadi object review dari MK. Sangat tidak etis menghidupkan kembali norma yang sudah pernah ditempuh sebelumnya,” ucap Lukman.
Menurut Wakil Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan ini, langkah paling aman dalam mengembalikan kewenangan KY mengawasi MK adalah melalui amandemen Undang-Undang Dasar 1945. ”Cara ini (amandemen UUD 1945) adalah yang paling elegan karena pengawasan ini tidak sederhana. Ada tata cara, mekanisme, dan lain-lain yang perlu melibatkan banyak kalangan supaya tidak terdapat lubang-lubang yang bisa dikritisi,” ungkap Lukman.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Akil sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap terkait sengketa Pilkada Gunung Mas, Kalimantan Tengah, dan Pilkada Lebak, Banten, yang ditangani Mahkamah Konstitusi (MK). Saat ini, Akil Mochtar telah ditahan di Rumah Tahanan KPK sejak Kamis (3/10/2013).
Sejak peristiwa ini terungkap ke publik, banyak desakan agar proses pengawasan dan perekrutan MK diperbaiki. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kemudian menggelar pertemuan dengan enam pimpinan lembaga negara, seperti Ketua DPR, Ketua MA, Ketua KY, Ketua MPR, Ketua BPK, dan Ketua DPD, pada Sabtu (5/10/2013). Pertemuan menghasilkan rumusan perlunya Presiden mengeluarkan perppu untuk mengembalikan kewenangan KY dan juga memperbaiki proses perekrutan hakim konstitusi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.