"Ada suap ini, kami minta ke MK dan KPK untuk mengusut tuntas. MK juga perlu mengkaji kembali putusan itu karena sudah jelas ada suap di belakangnya. Kalau bisa, dianulir saja putusan PSU (pemungutan suara ulang) itu," ujar Iti, saat dihubungi, Jumat (4/10/2013).
Iti adalah anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrat. Dia maju sebagai calon bupati Lebak berpasangan dengan Ade Sumardi. Pasangan ini didukung koalisi Partai Demokrat, PDI Perjuangan, Partai Hanura, Partai Gerindra, PPP, PKS, dan PPNU.
Saat Pilkada Lebak lalu, pasangan ini meraih suara terbanyak, yaitu 407.156 suara (62,37 persen). Di posisi kedua yakni pasangan yang diusung Partai Golkar, Amir Hamzah-Kasmin, yang mendapat 226.440 suara (34,69 persen). Sementara di posisi ketiga yakni pasangan perseorangan, Pepep Faisaludin-Aang Rasidi, dengan 19.163 suara (2,94 persen).
Atas hasil ini, pasangan Amir Hamzah-Kasmin menggugat ke MK dengan tuduhan penggelembungan suara. Menurut Iti, selama persidangan, tidak ada indikasi kuat yang membuktikan pihaknya melakukan penggelembungan suara.
"Pak Akil bahkan sudah bilang dulu di persidangan untuk apa kasus ini dimajukan ke MK karena saya menang mutlak. Tapi ternyata keputusannya berbeda dengan pendapat Pak Akil itu," katanya.
"Saya sering mendengar dari teman-teman saya, tapi saya belum pernah mengalaminya. Kami pun saat digugat tidak berpikir ke sana karena yakin bisa menang karena hasil suara sudah beda jauh," kata Iti.
Kasus Pilkada Lebak
Dalam dugaan suap terkait sengketa Pilkada Lebak, KPK menetapkan Akil Mochtar sebagai tersangka penerima suap bersama advokat Susi Tur Andayani. Pasal yang dijeratkan adalah Pasal 12 c UU Tipikor juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP atau Pasal 6 Ayat 2 jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Sebagai pemberi suap, KPK menetapkan pengusaha Tubagus Chaery Wardana alias W. Ia diduga melanggar Pasal 6 Ayat 1 huruf a UU Tipikor jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Tangkap tangan
KPK menangkap tangan Akil bersama anggota DPR, Chairun Nisa, dan pengusaha Cornelis di kediaman Akil pada Rabu (2/10/2013) malam. Tak lama setelahnya, penyidik KPK menangkap Bupati Gunung Mas Hambit Bintih serta pihak swasta berinisial DH di sebuah hotel di kawasan Jakarta Pusat. Bersamaan dengan penangkapan ini, KPK menyita sejumlah uang dollar Singapura dan dollar Amerika yang dalam rupiah senilai Rp 2,5 miliar-Rp 3 miliar.
Diduga, Chairun Nisa dan Cornelis akan memberikan uang ini kepada Akil di kediamannya malam itu. Pemberian uang itu diduga terkait dengan kepengurusan perkara sengketa pemilihan kepala daerah di Gunung Mas, Kalimantan Tengah, yang diikuti Hambit Bintih selaku calon bupati petahana. Pemberian uang kepada Akil ini diduga merupakan yang pertama kalinya. Belum diketahui berapa total komitmen yang dijanjikan untuk Akil.
KPK juga menangkap tangan pengusaha yang bernama Tubagus Chaery Wardana. Adapun Chaery diketahui sebagai adik dari Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah dan juga suami dari Wali Kota Tangerang Selatan Airin Rachmi Diany. Selain itu, KPK mengamankan wanita berinisial S.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.