Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Program Mobil Murah Sarat Kebohongan kepada Publik

Kompas.com - 28/09/2013, 14:06 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Anggota Dewan Transportasi Kota Jakarta yang juga pengurus harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, Tulus Abadi, menilai ada sejumlah kebohongan kepada publik dalam kebijakan mobil murah ramah lingkungan atau low cost green car (LCGC) yang dicanangkan pemerintah.

Kebohongan pertama, menurut Tulus, klaim yang mengatakan bahwa mobil tersebut murah. "Ini low cost yang mana? Ini istilah low cost melecehkan masyarakat Indonesia," kata Tulus dalam diskusi bertajuk "Mobil Murah Diuji, Transportasi Layak Dinanti" di Jakarta, Sabtu (28/9/2013).

Menurut Tulus, harga mobil murah yang dicanangkan pemerintah masih tergolong mahal. Harga Rp 70 juta yang ditawarkan kepada konsumen, menurut dia, masih lebih tinggi dibandingkan dengan harga mobil murah di India yang sekitar Rp 50 juta.

Selain itu, lanjut Tulus, mobil yang ditawarkan dengan kisaran harga Rp 70 juta itu pun masih sangat sederhana sehingga memerlukan tambahan komponen yang juga menambah biaya.

"Belum ada AC (air conditioner) dan lain-lain. Kalau ditambah, bisa-bisa harganya jadi Rp 100 juta lebih. Belum lagi kalau kredit, nambah sekitar Rp 30 juta. Jadi harga bersihnya sekitar Rp 120 juta-an, jadi di mana low cost-nya?" ujar Tulus.

Kebohongan kedua, lanjut Tulus, mengenai penyebutan green car atau mobil ramah lingkungan. Dia menilai, mobil murah yang dicanangkan pemerintah tidak bisa dikatakan ramah lingkungan karena tetap menggunakan bensin, menyumbang emisi, bahkan menggerus BBM bersubsidi.

"Artinya, kalau dipakai di tengah Jakarta yang macet paling banter butuh 1-10 liter, atau 12 liter," ucap Tulus.

Bukan hanya itu, kata Tulus, mobil ini juga belum bisa diistilahkan sebagai mobil nasional karena sebagian besar komponennya masih impor.

Mengenai pernyataan pemerintah yang berencana mengekspor mobil murah ini, Tulus mengatakan hal itu sebagai salah satu kebohongan yang lain. "Ekspor? Kita enggak punya reputasi ekspor. Lagi pula negara lain sudah lama memulai," tambahnya.

Dia juga menilai pemerintah telah berbohong dengan mengatakan nantinya mobil murah akan didorong untuk menggunakan bahan bakar gas. Tulus mengatakan, infrastruktur kita belum siap untuk mendorong penggunaan bahan bakar gas.

"Mimpi kesepuluh kalinya nih, infrastrukturnya mana? Nanti kalau pakai gas, tapi nantinya orang Indonesia kan enggak ada batasnya," kata Tulus.

Selain itu, Tulus menilai pemerintah telah berbohong dengan mengklaim kebijakan LCGC ini nantinya dapat membuat pengendara sepeda motor berpaling. Menurut Tulus, klaim tersebut hanya bohong semata karena nyatanya pengguna sepeda motor saat ini tidak mampu membeli mobil murah.

"Bohong karena kantong pengguna sepeda motor enggak akan cukup. Sepeda motor saja harganya Rp 25 juta, enggak akan mampu. Ini klaim yang utopis," ujar Tulus.

Dia menambahkan, kebijakan LCGC ini juga bertentangan dengan target Indonesia untuk mengurangi emisi karbon 26 persen hingga 2030. "Kalau kebijakan ini yang ditelurkan, emisi justru akan meningkat," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sidang Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Dituntut 3 Tahun 5 Bulan Penjara

Sidang Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Dituntut 3 Tahun 5 Bulan Penjara

Nasional
Ajukan 'Amicus Curiae', Arief Poyuono Harap MK Tolak Sengketa Pilpres

Ajukan "Amicus Curiae", Arief Poyuono Harap MK Tolak Sengketa Pilpres

Nasional
Optimistis Pertemuan Prabowo-Megawati Berlangsung, Gerindra Komunikasi Intens dengan PDI-P

Optimistis Pertemuan Prabowo-Megawati Berlangsung, Gerindra Komunikasi Intens dengan PDI-P

Nasional
Dibantu Tony Blair Institute, Indonesia Percepat Transformasi Layanan Digital Pemerintah

Dibantu Tony Blair Institute, Indonesia Percepat Transformasi Layanan Digital Pemerintah

Nasional
Senat Mahasiswa Driyarkara Ajukan 'Amicus Curiae', Minta MK Kabulkan Sengketa Pilpres 2024

Senat Mahasiswa Driyarkara Ajukan "Amicus Curiae", Minta MK Kabulkan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Ditanya Progres Komunikasi dengan PKB dan PPP, Gerindra: Jos!

Ditanya Progres Komunikasi dengan PKB dan PPP, Gerindra: Jos!

Nasional
Ditanya Kemungkinan Gerindra Kembali Dukung Anies di Pilkada DKI, Gerindra: Anies Siapa?

Ditanya Kemungkinan Gerindra Kembali Dukung Anies di Pilkada DKI, Gerindra: Anies Siapa?

Nasional
Dituding Jadi Penghambat Pertemuan Megawati dengan Jokowi, Hasto: Apa Perlu Saya Bacakan Komentar Anak Ranting?

Dituding Jadi Penghambat Pertemuan Megawati dengan Jokowi, Hasto: Apa Perlu Saya Bacakan Komentar Anak Ranting?

Nasional
Survei LSI: Pemilih Anies dan Ganjar Tidak Puas dengan Penyelenggaraan Pemilu 2024

Survei LSI: Pemilih Anies dan Ganjar Tidak Puas dengan Penyelenggaraan Pemilu 2024

Nasional
Panglima TNI Minta Para Prajurit Tak Mudah Terprovokasi Berita-berita di Media Sosial

Panglima TNI Minta Para Prajurit Tak Mudah Terprovokasi Berita-berita di Media Sosial

Nasional
Anggota DPR Ihsan Yunus Irit Bicara Usai Diperiksa sebagai Saksi Kasus APD Covid-19

Anggota DPR Ihsan Yunus Irit Bicara Usai Diperiksa sebagai Saksi Kasus APD Covid-19

Nasional
Erupsi Gunung Ruang, TNI AL Kerahkan KRI Kakap-811 dan 400 Prajurit untuk Bantuan Kemanusiaan

Erupsi Gunung Ruang, TNI AL Kerahkan KRI Kakap-811 dan 400 Prajurit untuk Bantuan Kemanusiaan

Nasional
Pertemuan Prabowo dan Menlu China Berlangsung Tertutup di Kemenhan

Pertemuan Prabowo dan Menlu China Berlangsung Tertutup di Kemenhan

Nasional
Menlu Retno Telepon Menlu Hongaria Bahas soal Iran-Israel

Menlu Retno Telepon Menlu Hongaria Bahas soal Iran-Israel

Nasional
Bahlil Ungkap UEA Minat Investasi Panel Surya di IKN

Bahlil Ungkap UEA Minat Investasi Panel Surya di IKN

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com