"Yang pasti di DPR masih banyak mafia-mafia anggaran, calo. Kita akan laporkan semuanya," kata Haris di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta.
Saat ditanya siapa saja mafia yang dimaksudnya itu, Haris enggan berkomentar. Dia juga enggan menjawab soal dugaan keterlibatan unsur pimpinan Banggar DPR dalam kasus DPID.
"Saya diperiksa sebagai saksi (waktu itu), sekarang diperiksa sebagai tersangka. Kita jalani saja apa maunya KPK. Kemudian untuk diketahui, saya yang pertama melaporkan adanya mafia anggaran di DPR, ya itu saja," tutur Haris.
Seperti diketahui, Haris pernah melaporkan Wa Ode kepada pimpinan DPR sebelum kasus dugaan suap DPID ini terungkap, atau sekitar akhir 2010. Ketika itu, Haris mengaku ditipu Wa Ode. Dia mengaku sudah menyerahkan uang Rp 6 miliar ke Wa Ode melalui sekretarisnya, Sefa Yolanda, karena dijanjikan akan dibantu alokasi DPID untuk daerah-daerah yang dikehendaki.
Laporan haris tersebut diterima pimpinan Banggar DPR ketika itu, antara lain, Tamsil Linrung, Mirwan Amir, Olly Dondokambey, dan Melchias Markus Mekeng. Keempat unsur pimpinan Banggar ini pernah diperiksa KPK sebagai saksi dalam kasus DPID.
KPK menetapkan Haris sebagai tersangka sekitar akhir tahun lalu. Dia diduga bersama-sama Fahd El Fouz atau Fahd A Rafiq menyuap anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Wa Ode Nurhayati. Penetapan Haris sebagai tersangka ini merupakan pengembangan penyidikan perkara Wa Ode dan Fahd.
Adapun Wa Ode divonis enam tahun penjara karena dianggap terbukti menerima suap DPID dan melakukan tindak pidana pencucian uang. Sementara itu, Fahd dituntut tiga tahun enam bulan penjara karena dianggap terbukti sebagai pihak penyuap. Haris disangka melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 56 KUHP.
Peran Haris terungkap dalam persidangan kasus Fahd dan Wa Ode. Berdasarkan surat dakwaan Fahd, Haris seolah berperan sebagai perantara antara anak pedangdut A Rafiq itu dan Wa Ode. Sekitar September 2010, Fahd menemui Haris di Gedung Sekretariat DPP Partai Golkar di Slipi, Jakarta.
Dalam pertemuan itu, Fahd meminta agar Haris mencarikan anggota Banggar DPR yang bisa mengusahakan tiga kabupaten di Aceh, yakni Pidie Jaya, Aceh Besar, dan Bener Meriah, sebagai daerah penerima DPID. Haris pun, menurut dakwaan, menghubungkan Fahd dengan Wa Ode Nurhayati.
Dalam persidangan beberapa waktu lalu, Fahd bahkan mengaku memberikan uang Rp 500 juta sebagai imbalan untuk Haris. Menurut Fahd, Haris bekerja sebagai staf ahli anggota DPR asal Fraksi Partai Golkar, Halim Kalla, adik mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Fahd mengaku pertama kali bertemu Haris pada 2009.
Saat itu Fahd ikut dalam tim pemenangan Jusuf Kalla-Wiranto untuk wilayah Sumatera dalam Pemilihan Umum 2009. Ketika itu, menurut Fahd, dia menganggap Haris sebagai orang dekat Jusuf Kalla, mantan Wakil Presiden RI yang juga politikus senior Partai Golkar. Atas terungkapnya peran Haris, majelis hakim Pengadilan Tipikor beberapa kali memerintahkan KPK untuk menangkap Haris.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.