"Lapas itu seperti penyakit patologi sosial. Kalau satu lapas bergejolak, lapas lain juga bergejolak. Penyakit ini dibawa oleh pegawai yang dimutasi. Makanya, sanksi administrasi saja tidak cukup. Harus dipidana," ujar kriminolog Universitas Padjadjaran, Yesmil Anwar, Rabu (6/8/2013).
Ia mengatakan, lapas di daerah justru lebih rentan pelanggaran. Karena itu, petugas atau Kepala Lapas Cipinang jangan diberi sanksi demosi berupa pemindahan tugas ke lapas di daerah. Yesmil mengungkapkan, di dalam lapas, ada sistem sosial yang tertutup. Idealnya, kata dia, kepala dan petugas lapas yang berkuasa di dalam lapas. Tetapi, ujarnya, sering kali yang berkuasa adalah narapidana (napi).
"Malah petugas lapas yang dikuasai napi," pungkasnya.
Ia mengatakan, meski demikian, bukan berarti petugas lapas tidak mengetahui semua interaksi sosial dan pelanggaran yang terjadi di lapas. Menurutnya, mustahil jika kepala dan petugas lapas tidak tahu soal keberadaan pabrik narkoba di Lapas Cipinang. Hal senada disampaikan pengamat hukum dari Universitas Gadjah Mada Sudjito. Ia menilai, petugas lapas pasti memiliki keterlibatan dalam kasus pabrik narkoba di dalam wilayah pengawasannya.
"Dari situ sudah jelas kalapas dan pegawai ikut terlibat," tutur Sudjito.
Dia mengatakan, pemberian hukuman administrasi secara normatif tidak menyelesaikan masalah pemberantasan narkoba dan pemasyarakatan.
"Kalau sanksi administrasi paling berat dipecat, itu tidak menyelesaikan masalah karena kasus narkobanya tidak tersentuh," katanya.
Dia menegaskan, paling tepat jika oknum lapas diberi hukuman berat secara pidana. Untuk itu, imbuhnya, Kementerian Hukum dan HAM harus mau merendahkan hati menggandeng kepolisian dan kejaksaan untuk menindak jajarannya secara pidana.
"Kalau kalapas hanya dicopot, itu seperti penegakan hukum yang terkotak-kotak, terfragmentasi, sedangkan kasus narkoba yang merupakan kejahatan yang sangat luar biasa harus ditangani bersama-sama dengan terorganisasi," tukas Sudjito.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.