JAKARTA, KOMPAS.com — Aparat keamanan diminta jangan menganggap remeh sentimen dari konflik etnis Rohingya di Myanmar. Diperkirakan, aksi kekerasan terhadap etnis Rohingya bisa jadi berdampak meluas ke Tanah Air.
Demikian disampaikan pengamat terorisme, Wawan Purwanto, Senin (5/8/2013). Ia menduga, peledakan bom rakitan di Vihara Ekayana Arama, Jakarta, merupakan aksi balas dendam jaringan radikal terhadap konflik di Myanmar.
"Ini menjadi latar belakang mereka melakukan langkah (peledakan vihara) ini," kata Wawan.
Ia menduga, serangkaian aksi teror di Kemang, Mampang, dan Pamulang terkait dengan konflik di Myanmar.
Secara terpisah, pengamat terorisme, Mardigu Wowiek Prasantyo, mengkritik aparat keamanan yang gagal mengantisipasi peledakan bom.
"Intel Indonesia ada 10.000 orang. Sementara kelompok ini paling cuma seribu. Jadi, selama ini BIN ngapain, BAIS, BNPT? Intel sekarang enggak bergerak," ujar Mardigu.
Kadiv Humas Polri Irjen Pol Ronny Franky Sompie mengatakan, polisi belum melihat adanya keterkaitan bom Ekayana dengan aksi kekerasan terhadap etnis Rohingya di Myanmar. Polisi masih mendalami fakta-fakta di lapangan. Saat ini, polisi telah memeriksa lima saksi.
Anggota Komisi III DPR Eva Kusuma Sundari meminta semua pihak tak serta-merta mengaitkan bom Ekayana dengan konflik di Myanmar.
"Walau tindakan tersebut bisa dikategorikan terorisme, sebaiknya semua kesimpulan berbasis data dari penyidikan. Pasalnya, siapa pun bisa bikin bom akibat situs kelompok teroris untuk membuat bom bisa diakses publik, termasuk oleh mereka yang tidak masuk dalam jaringan terorisme," kata Eva.
Eva menyampaikan, motivasi di balik ledakan di vihara itu bisa bermacam-macam. Pasalnya, Indonesia tengah berada di tahun politik jelang waktu pemilihan presiden. Hiruk pikuk pergantian kepala Polri juga dianggapnya bisa menjadi penyebab sebagaimana preseden di masa lalu.