Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Irjen Djoko Susilo Terus Membantah Isi Dakwaan

Kompas.com - 01/08/2013, 21:40 WIB
Dian Maharani

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Terdakwa kasus dugaan korupsi pengadaan driving simulator pengemudi roda dua (R2) dan roda empat (R4), Inspektur Jenderal Djoko Susilo, terus membantah keterlibatannya seperti dalam dakwaan yang disusun tim jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi.

Pertama, Djoko membantah, sebagai Kepala Korps Lalu Lintas Polri (Korlantas) saat itu, ia telah menyepakati pemenang tender simulator adalah PT Citra Mandiri Metalindo Abadi (PT CMMA). "Tidak benar," jawab Djoko saat memberi keterangan terdakwa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (1/8/2013).

Menurut Djoko, yang banyak mengetahui tentang pengadaan proyek adalah pejabat pembuat komitmen (PPK), yaitu Wakil Kepala Korlantas Brigjen Didik Purnomo. Sebagai kuasa pengguna anggaran (KPA), Djoko mengaku hanya berperan pada penyelesaian proyek. Adapun yang mengendalikan pengadaan proyek adalah PPK.

"Pengawasan kontrak yang tahu PPK. Selesai atau tidak, PPK yang tahu persis. Kalau penyerahan, penyelesaian, itu KPA. Saya hanya penyerahan, yang mengendalikan pengadaan bukan KPA, tapi PPK," terang Djoko.

Kemudian, Djoko membantah membentuk panitia pengadaan simulator yang diketuai oleh Teddy Rusmawan. Dalam dakwaan, Djoko memanggil Teddy selaku Ketua Panitia Pengadaan Simulator. Djoko kemudian memerintahkan Teddy agar proyek simulator dikerjakan Budi (PT CMMA). Djoko membantah isi dakwaan itu.

"Saya tidak pernah memerintah Teddy. Saya juga tidak tahu. Kalau saya tahu pasti akan saya batalkan," kata Djoko.

Dia mengaku mengetahui adanya pembentukan panitia pengadaan tersebut setelah dirinya menjadi terdakwa kasus dugaan korupsi simulator SIM. Djoko mengaku sebagai pimpinan dirinya hanya pernah mengumpulkan anak buahnya terkait kinerja di Korlantas Polri.

"Saya tidak pernah mengumpulkan panitia secara khusus. Yang saya kumpulkan itu keseluruhan di Korlantas secara umum," terangnya.

Djoko juga membantah mengenal Sukotjo Sastronegoro Bambang selaku Direktur PT Inovasi Teknologi Indonesia (PT ITI). Djoko mengatakan, dia juga tidak pernah bertemu Sukotjo di ruang kerjanya.

Sebelumnya, dalam dakwaan disebutkan bahwa Djoko memerintahkan penggelembungan harga atau mark-up proyek simulator ujian surat izin mengemudi (SIM). Perbuatan Djoko ini, menurut jaksa, bertentangan dengan Peraturan Presiden RI Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.

Menurut surat dakwaan, Djoko bersepakat dengan Budi Susanto menentukan harga perkiraan sendiri (HPS) simulator SIM. Harga simulator SIM R2 disepakati menjadi Rp 80 juta per unit, sedangkan harga simulator SIM R4 Rp 260 juta per unit. Kemudian untuk menghindari kecurigaan pihak luar, HPS dibuat lebih "keriting" dengan menurunkan nilainya sedikit. Harga simulator R2 menjadi Rp 79,93 juta, sedangkan harga R4 menjadi Rp 258,9 juta.

Untuk menindaklanjuti kesepakatan mengenai harga tersebut, Budi memerintahkan Direktur PT ITI Sukotjo S Bambang untuk menyusun HPS bersama-sama dengan anggota panitia lelang, Ni Nyoman Suartini. HPS disusun dengan menggelembungkan harga. Penggelembungan harga, menurut jaksa, dilakukan dengan tiga cara.

Pertama, komponen yang dibuat dengan cara komponen utuh dibuat harga, kemudian rincian komponen dihitung kembali sehingga komponen tersebut diperhitungkan dua kali.

Kedua, dengan memasukkan komponen bagian yang sebenarnya tidak digunakan dalam pembuatan simulator SIM sehingga membuat harga keseluruhan menjadi lebih mahal.

Ketiga, dengan menaikkan harga satuan masing-masing komponen barang tertentu menjadi lebih tinggi dari harga sebenarnya dalam rangka menggelembungkan harga keseluruhan. Setelah digelembungkan, menurut dakwaan, HPS yang disusun Sukotjo ini diserahkan kepada ketua panitia lelang proyek, AKBP Teddy Rusmawan.

Didik Purnomo selaku pejabat pembuat komitmen proyek (PPK) kemudian menyetujui HPS tersebut. Adapun Budi, Sukotjo, dan Didik sudah ditetapkan oleh KPK sebagai tersangka, sementara Teddy berstatus sebagai saksi.

Proyek pengadaan simulator SIM ini pun dianggap merugikan keuangan negara sekitar Rp 144 miliar atau setidak-tidaknya sekitar Rp 121 miliar menurut perhitungan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Menurut dakwaan, pengadaan proyek simulator SIM yang digelembungkan harganya ini menguntungkan Djoko sebesar Rp 32 miliar, Didik Rp 50 juta, Budi sekitar Rp 93,3 miliar, dan Sukotjo sekitar Rp 3,9 miliar. Uang hasil korupsi proyek ini juga disebut mengalir ke kas Prima Koperasi Kepolisian Polri (Primkopol Polri) sekitar Rp 15 miliar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Deputi KPK Minta Prabowo-Gibran Tak Berikan Nama Calon Menteri untuk 'Distabilo' seperti Era Awal Jokowi

Deputi KPK Minta Prabowo-Gibran Tak Berikan Nama Calon Menteri untuk "Distabilo" seperti Era Awal Jokowi

Nasional
Usul Revisi UU Pemilu, Anggota DPR: Selama Ini Pejabat Pengaruhi Pilihan Warga Pakai Fasilitas Negara

Usul Revisi UU Pemilu, Anggota DPR: Selama Ini Pejabat Pengaruhi Pilihan Warga Pakai Fasilitas Negara

Nasional
KPU Mulai Rancang Aturan Pemutakhiran Daftar Pemilih Pilkada 2024

KPU Mulai Rancang Aturan Pemutakhiran Daftar Pemilih Pilkada 2024

Nasional
Waketum Nasdem Ahmad Ali Datangi Rumah Prabowo di Kertanegara

Waketum Nasdem Ahmad Ali Datangi Rumah Prabowo di Kertanegara

Nasional
Sebut Hak Angket Masih Relevan Pasca-Putusan MK, PDI-P: DPR Jangan Cuci Tangan

Sebut Hak Angket Masih Relevan Pasca-Putusan MK, PDI-P: DPR Jangan Cuci Tangan

Nasional
Bicara Posisi Politik PDI-P, Komarudin Watubun: Tak Harus dalam Satu Gerbong, Harus Ada Teman yang Mengingatkan

Bicara Posisi Politik PDI-P, Komarudin Watubun: Tak Harus dalam Satu Gerbong, Harus Ada Teman yang Mengingatkan

Nasional
Anggota Komisi II DPR Nilai Perlu Ada Revisi UU Pemilu Terkait Aturan Cuti Kampanye Pejabat Negara

Anggota Komisi II DPR Nilai Perlu Ada Revisi UU Pemilu Terkait Aturan Cuti Kampanye Pejabat Negara

Nasional
Proses di PTUN Masih Berjalan, PDI-P Minta KPU Tunda Penetapan Prabowo-Gibran

Proses di PTUN Masih Berjalan, PDI-P Minta KPU Tunda Penetapan Prabowo-Gibran

Nasional
DKPP Verifikasi Aduan Dugaan Ketua KPU Goda Anggota PPLN

DKPP Verifikasi Aduan Dugaan Ketua KPU Goda Anggota PPLN

Nasional
Kasus Eddy Hiariej Dinilai Mandek, ICW Minta Pimpinan KPK Panggil Jajaran Kedeputian Penindakan

Kasus Eddy Hiariej Dinilai Mandek, ICW Minta Pimpinan KPK Panggil Jajaran Kedeputian Penindakan

Nasional
KPU Undang Jokowi Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran Besok

KPU Undang Jokowi Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran Besok

Nasional
Cak Imin Mengaku Belum Dapat Undangan KPU untuk Penetapan Prabowo-Gibran

Cak Imin Mengaku Belum Dapat Undangan KPU untuk Penetapan Prabowo-Gibran

Nasional
Tentara AS Meninggal Saat Tinjau Tempat Latihan Super Garuda Shield di Hutan Karawang

Tentara AS Meninggal Saat Tinjau Tempat Latihan Super Garuda Shield di Hutan Karawang

Nasional
DKPP Terima 200 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu Selama 4 Bulan Terakhir

DKPP Terima 200 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu Selama 4 Bulan Terakhir

Nasional
Nasdem-PKB Sepakat Tutup Buku Lama, Buka Lembaran Baru

Nasdem-PKB Sepakat Tutup Buku Lama, Buka Lembaran Baru

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com