Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

2 Hakim di Sidang Luthfi Beda Pendapat soal Kewenangan KPK

Kompas.com - 15/07/2013, 14:10 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com —
Putusan sela majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta yang menangani perkara kasus dugaan korupsi dan pencucian uang kuota impor daging sapi dengan terdakwa mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera Luthfi Hasan diwarnai dissenting opinion atau pendapat berbeda dari dua anggota majelis hakim, I Made Hendra dan Djoko Subayo. Kedua anggota majelis hakim tersebut menilai jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi tidak berwenang melakukan penuntutan terhadap tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Kewenangan penuntutan TPPU, menurut dua hakim itu, berada pada institusi kejaksaan sehingga penuntutan TPPU ini harus diserahkan kepada Kejaksaan Agung.

"Penuntut umum pada KPK tidak punya kewenangan untuk penuntutan TPPU di pengadilan. Penuntutan TPPU jaksa KPK dalam perkara a quo dinyatakan tidak dapat diterima," kata anggota majelis hakim Djoko Subagyo membacakan dissenting opinion dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (15/7/2013).

Menurut kedua anggota majelis hakim itu, KPK memang berwenang melakukan penyidikan atas perkara pencucian uang yang tindak pidana asalnya korupsi sesuai dengan Pasal 74 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Namun, menurut dua hakim ini, UU Nomor 8 Tahun 2010 tersebut tidak mengatur instansi mana yang berwenang dalam melakukan penuntutan TPPU.

Karena tidak ada pengaturan secara khusus (lex spesialis) dalam UU tersebut, kata hakim Made Hendra, ketentuan itu harus dicari dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Merujuk pada KUHAP, menurut dua hakim ini, wewenang untuk melakukan penuntutan perkara TPPU ini berada pada pihak kejaksaan.

"Pasal 72 Ayat 5 huruf c Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, surat penerimaan kepada terlapor untuk keterangan tertulis menyatakan kekayaan tersangka atau terdakwa harus ditandatangani oleh Kejaksaan Agung atau Kepala Kejaksaan Tinggi, dalam hal permintaan yang diajukan haksa penyidik atau penuntut umum. Ini berarti penuntut umum yang dimaksud dalam UU Nomor 8 itu adalah penuntut umum Kejaksaan Agung dan Kejaksaan Tinggi sehingga tidak termasuk penuntut umum KPK sehingga penuntutan TPPU harus diserahkan kepada Kejaksaan Agung," papar Made Hendra.

Kendati diwarnai pendapat berbeda, majelis hakim dalam putusan selanya tetap menyatakan eksepsi atau nota keberatan tim pengacara Luthfi tidak dapat diterima sehingga persidangan harus dilanjutkan dengan pemeriksaan saksi. Adapun dissenting opinion ini dijadikan momentum bagi pengacara Luthfi untuk mengajukan perlawanan.

"Kami akan mengajukan perlawanan," kata salah satu anggota tim pengacara Luthfi dalam persidangan.

Menanggapi langkah pengacara Luthfi ini, tim jaksa KPK juga akan mengajukan perlawanan tandingan yang akan disampaikan saat pembacaan tuntutan nantinya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi Ke Mahkamah Agung

Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi Ke Mahkamah Agung

Nasional
Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Nasional
Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Nasional
Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Nasional
Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nasional
JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

Nasional
Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Nasional
Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Nasional
DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

Nasional
Komisi II Sebut 'Presidential Threshold' Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Komisi II Sebut "Presidential Threshold" Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Nasional
Prabowo Nyanyi 'Pertemuan' di Depan Titiek Soeharto: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Prabowo Nyanyi "Pertemuan" di Depan Titiek Soeharto: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Nasional
Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Nasional
Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

Nasional
Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, PPP: Tak Ada Lagi Koalisi 01 dan 03

Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, PPP: Tak Ada Lagi Koalisi 01 dan 03

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com