"Pada gilirannya, ketika UU ini sudah masuk dalam prolegnas (program legislasi nasional) untuk dilakukan perubahan, kita bisa melakukan opsi lain. Bisa aja RUU ini dimasukkan ke paripurna sehingga bisa dengan jernih didiskusikan. Lebih banyak akal lebih baik," ujar anggota Baleg dari Fraksi PKS, Bukhori Yusuf, dalam rapat pleno Baleg di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (8/7/2013).
Bukhori menuturkan, sikap Fraksi PKS tetap mendukung adanya perubahan Undang-Undang Pilpres. Namun, Bukhori menyatakan, PKS tidak mempermasalahkan presidential treshold (PT) 20 persen kursi di parlemen sebagai syarat pencalonan capres dan cawapres. Syarat tersebut, sebut Bukhori, diterapkan untuk memperkuat sistem presidensial yang selama ini diterapkan Indonesia.
Sementara itu, Wakil Ketua Fraksi PPP Ahmad Yani menyatakan, persyaratan PT telah menutup rapat peluang calon-calon pemimpin bangsa yang mandiri dan independen. Pengaturan tentang mekanisme Pilpres, kata Yani, juga tidak cukup dengan menggunakan peraturan KPU.
"Oleh karena itu, perubahan adalah sebuah keniscayaan. Ini masih draf, makanya kenapa tidak diberikan saja pilihan di paripurna, diambil dua opsi, kemudian meraih suara," katanya.
Sementara itu, anggota Baleg dari Fraksi Partai Gerindra Martin Hutabarat mengingatkan bahwa pembahasan RUU ini sudah berjalan 1,5 tahun. Satu-satunya cara adalah diputuskan dalam forum rapat paripurna.
"Ini lucu putar balik lagi ke belakang tidak pernah juga ada hasil. Kita harus berani ambil keputusan," ucap Martin.
Anggota Baleg dari Fraksi Partai Hanura, Jamal Aziz Oskadon, menyebutkan PT bertentangan dengan UUD 1945. Di dalam UUD 1945, lanjutnya, presiden hanya disebutkan berasal dari partai dan gabungan partai politik tanpa ada ambang batas apa pun.
"Amanatnya, UUD 1945 tidak menetapkan angka, kenapa di dalam UU Pilpresnya pakai angka. Maka, untuk mengakhiri polemik ini, mohon dibawa ke forum yang lebih tinggi," imbuh Jamal.