Demikian disampaikan peneliti dari Pol-Tracking Institute, Arya Budi, saat dihubungi Senin (8/7/2013). Arya menjelaskan bahwa konvensi yang digagas Demokrat sebenarnya bisa mengubah skema sirkulasi kepemimpinan nasional yang selama ini selalu ditunjuk oleh partai. Pelibatan publik dalam menentukan capres yang akan diusung merupakan budaya baru dalam partai politik.
"Namun, lepas dari konvensi sebagai ide itu, konvensi Partai Demokrat digagas hanya oleh dua alasan jangka pendek, yaitu mengisi kandidat dari Partai Demokrat yang kosong pada 2014 setelah SBY. Artinya, konvensi PD berpotensi tetap menggunakan mekanisme 'restu' SBY, baik secara formal atau informal," ujar Arya.
Arya memperkirakan, konvensi Partai Demokrat sangat sarat intervensi dari SBY. Pasalnya, di dalam siaran pers yang disampaikan SBY tadi malam, dia sama sekali tidak merinci tentang mekanisme, kriteria, dan hal-hal lain yang signifikan.
"Jika dalam statement tersebut tidak ada soal mekanisme, komite, dan kualifikasi, konvensi tetap berpotensi ada dalam kooptasi SBY," ucap Arya. Dengan adanya kooptasi SBY itu, kata Arya, friksi di internal Demokrat relatif lebih bisa diredam. Pasalnya, siapa pun yang terpilih sudah dipastikan mendapat restu dari SBY.
"Gesekan ada, tapi akan minimum karena semua proses politik di internal Partai Demokrat, apalagi jabatan strategis, pasti ada SBY sebagai sumber legitimasi karena jabatan strukuralnya mauapun kulturalnya yang sangat kuat," imbuh Arya.
Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Max Sopacua menampik tudingan adanya intervensi SBY dalam proses konvensi ini. Max mengatakan, komite seleksi akan bekerja secara independen dan melaporkan hasilnya kepada Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat SBY. Tetapi, lanjutnya, SBY tidak menentukan capres yang akan diusung partainya.
"Mekanisme tetap dari survei. Tidak mungkin juga kalau survei dilihat tertinggi si A, kemudian diubah ke B, kan akan terlihat di publik, jadi semuanya ditentukan oleh masyarakat," kata Max.
Netralitas komite seleksi, sebut Max, juga ditunjukkan dengan memasukkan unsur profesional ke dalam tim. "Jadi, semuanya tidak bisa dibohongi karena ada tiga lembaga survei dan media massa," ungkapnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.