Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Didesak Timwas, BPK "Ogah" Ungkap Permintaan Audit dari KPK

Kompas.com - 03/07/2013, 13:40 WIB
Sabrina Asril

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Tim Pengawas Bank Century mendesak agar Badan Pemeriksa Keuangan membuka surat permintaan Komisi Pemberantasan Korupsi untuk audit kerugian negara dalalam perkara skandal dana talangan (bail out) Century. Namun, pimpinan BPK yang hadir dalam rapat konsultasi dengan Timwas Century, Rabu (3/7/2013), bersikeras tak mau membuka data itu.

"KPK berdasarkan apa sehingga meminta BPK menelusuri kerugian negara? Atas dasar kekuatan melawan hukum apa yang diindikasikan kerugian negara? Kami ingin tahu alasan yang disertakan di dalam surat tersebut," ujar politisi Partai Golkar, Chairuman Harahap.

Politisi Partai Keadilan Sejahtera, Fahri Hamzah, juga mempertanyakan alasan KPK meminta BPK mengusut kerugian negara. "Yang dituduh itu apa? Kalau ke kami, KPK hanya menyebutkan tersangka BM (Budi Mulya) dan SCF (Siti Fadjriyah) secara bersama-sama melakukan penyertaan modal sementara (PMS)," kata Fahri.

Fahri menuding kasus Century ini sengaja diburamkan sehingga tidak bisa diselesaikan. Sebab, Fahri mengaku bingung persoalan perhitungan kerugian negara yang saat ini ditunggu-tunggu KPK untuk melangkah lebih jauh dalam penyelidikan skandal Century.

"Kalau saudara BM ini karena dia terima Rp1miliar dari Robert Tantular yang sebabkan dia jatuh pidana di awal ,sedangkan si SCF itu mengarah kepada lemahnya pengawasan bank. Ini jauh dari FPJP dan PMS. Kalau ternyata dua tersangka ini terkait FPJP dan PMS, yg mau dihitung seperti apa?" imbuh Fahri.

Sementara politisi Golkar, Bambang Soesatyo, menilai pendalaman atas tersangka Budi Mulya ini tidak signifikan. Sebab, kata Bambang, pada audit investigasi BPK tahap I sudah disebutkan banyak aliran dana yang mengalir ke sejumlah pihak, termasuk ke surat kabar Jurnal Nasional.

"BPK harusnya pertanyakan ke KPK kenapa hanya minta Budi Mulya dan Siti? Kan banyak temuan lainnya. Kalau kayak begini, sudahlah kita tunggu saja setelah tahun 2014 karena tidak akan selesai. KPK saat ini harus berhadapan dengan penguasa kini," tukas Bambang pesimistis.

Politisi PDI-P, Hendrawan Supraktikno, bahkan tak sabar dan meminta pimpinan rapat untuk menyerahkan seluruh rapat konsultasi Timwas Century dengan KPK. Dengan demikian, BPK dan seluruh penegak hukum bisa bekerja cepat menyelesaikan Century.

Menanggapi segala desakan ini, Ketua BPK Hadi Poernomo tetap tak mau membuka surat tersebut. Menurut Hadi, hal itu adalah kewenangan pihak penyidik.

"Memang sudah ada permintaan perhitungan kerugian negara dalam pemberian FPJP dan pentapan tersangka atas bank century berdampak sistemik. Tetapi kami tidak bisa sampaikan karena sudah menyalahi undang-undang. DPR bisa langsung bertanya ke KPK," ucap Hadi.

Lebih lanjut, Hadi memaparkan hingga kini BPK juga masih menunggu kedatangan tim penyidik KPK untuk menjelaskan konstruksi hukum yang menjadi dasar permintaan audit kerugian negara dalam skandal Century. "Kalau sudah disetujui, kami akan minta dokumen. Setelah mendapat dokumen, baru kami hitung," imbuhnya.

Awal mula kasus Century

Kasus Bank Century bermula dari pengajuan permohonan fasilitas repo (repurchase agreement) aset oleh Bank Century kepada BI sebesar Rp 1 triliun. Pengajuan repo aset itu dilakukan untuk meningkatkan likuiditas Bank Century. Repo adalah transaksi penjualan instrumen efek antara dua pihak yang diikuti dengan perjanjian pembelian kembali di kemudian hari dengan harga yang telah disepakati.

Surat permohonan repo aset itu kemudian ditindaklanjuti BI untuk diproses lebih lanjut oleh Zainal Abidin dari Direktorat Pengawasan Bank. Zainal lalu berkirim surat ke Boediono pada 30 Oktober 2008. Surat itu berisi kesimpulan yang dibuat Zainal atas permohonan Bank Century. Namun, BI merespons pemberian fasilitas itu dengan menggulirkan wacana pemberian FPJP. Padahal, Zainal mengatakan Bank Century tidak memenuhi syarat untuk memperoleh fasilitas itu.

Ketidaklayakan Bank Century menerima FPJP disebabkan rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) bank tersebut di bawah 8 persen, batas minimum yang ditetapkan BI. Boediono diduga memberikan arahan agar menggunakan berbagai cara supaya Bank Century mendapat FPJP. Pada 14 November 2008, BI kemudian mengeluarkan aturan baru untuk persyaratan FPJP dari CAR minimal 8 persen menjadi CAR positif.

Aturan ini ditengarai untuk mengarah ke Bank Century. Setelah dilakukan perubahan itu, pada tanggal yang sama, Boediono mengeluarkan surat kuasa. Surat kuasa ini kemudian yang diterima oleh Timwas Century saat ini. Atas dasar kuasa itu, pihak BI dan Bank Century menghadap notaris Buntario Tigris. Berdasarkan audit investigasi BPK, proses ini diduga sarat rekayasa seolah-olah permohonan yang diajukan Bank Century adalah FPJP. Pada malam harinya, dana FPJP untuk Bank Century pun cair sebesar Rp 502,72 miliar untuk tahap pertama dan tahap berikutnya Rp 689 miliar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Bertemu Komandan Jenderal Angkatan Darat AS, Panglima TNI Ingin Hindari Ketegangan Kawasan

    Bertemu Komandan Jenderal Angkatan Darat AS, Panglima TNI Ingin Hindari Ketegangan Kawasan

    Nasional
    5.791 Personel Polri Dikerahkan Amankan World Water Forum Ke-10 di Bali

    5.791 Personel Polri Dikerahkan Amankan World Water Forum Ke-10 di Bali

    Nasional
    Golkar Buka Suara soal Atalia Praratya Mundur dari Bursa Calon Walkot Bandung

    Golkar Buka Suara soal Atalia Praratya Mundur dari Bursa Calon Walkot Bandung

    Nasional
    Komisi II DPR Ungkap Kemungkinan Kaji Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

    Komisi II DPR Ungkap Kemungkinan Kaji Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

    Nasional
    PKB-Nasdem Merapat, Koalisi Prabowo Diprediksi Makin 'Gemoy'

    PKB-Nasdem Merapat, Koalisi Prabowo Diprediksi Makin "Gemoy"

    Nasional
    Golkar Sedang Jajaki Nama Baru untuk Gantikan Ridwan Kamil di Pilkada DKI Jakarta

    Golkar Sedang Jajaki Nama Baru untuk Gantikan Ridwan Kamil di Pilkada DKI Jakarta

    Nasional
    DPR Segera Panggil KPU untuk Evaluasi Pemilu, Termasuk Bahas Kasus Dugaan Asusila Hasyim Asy'ari

    DPR Segera Panggil KPU untuk Evaluasi Pemilu, Termasuk Bahas Kasus Dugaan Asusila Hasyim Asy'ari

    Nasional
    Sinyal 'CLBK' PKB dengan Gerindra Kian Menguat Usai Nasdem Dukung Prabowo-Gibran

    Sinyal "CLBK" PKB dengan Gerindra Kian Menguat Usai Nasdem Dukung Prabowo-Gibran

    Nasional
    Jadi Presiden Terpilih, Prabowo Tidak Mundur dari Menteri Pertahanan

    Jadi Presiden Terpilih, Prabowo Tidak Mundur dari Menteri Pertahanan

    Nasional
    Polri: Hingga April 2024, 1.158 Tersangka Judi Online Berhasil Ditangkap

    Polri: Hingga April 2024, 1.158 Tersangka Judi Online Berhasil Ditangkap

    Nasional
    Ganjar Bilang PDI-P Bakal Oposisi, Gerindra Tetap Ajak Semua Kekuatan

    Ganjar Bilang PDI-P Bakal Oposisi, Gerindra Tetap Ajak Semua Kekuatan

    Nasional
    Nasdem Resmi Dukung Prabowo-Gibran, Elite PKS dan PKB Bertemu

    Nasdem Resmi Dukung Prabowo-Gibran, Elite PKS dan PKB Bertemu

    Nasional
    Ahmad Ali Akui Temui Prabowo untuk Cari Dukungan Maju Pilkada Sulteng

    Ahmad Ali Akui Temui Prabowo untuk Cari Dukungan Maju Pilkada Sulteng

    Nasional
    PSI Daftarkan 10 Sengketa Pileg ke MK, Anwar Usman Dilarang Mengadili

    PSI Daftarkan 10 Sengketa Pileg ke MK, Anwar Usman Dilarang Mengadili

    Nasional
    Golkar Lebih Ingin Ridwan Kamil Maju Pilkada Jabar

    Golkar Lebih Ingin Ridwan Kamil Maju Pilkada Jabar

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com