Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketimbang Naikkan BBM, Basmi Mafia Pajak Saja

Kompas.com - 15/06/2013, 14:05 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Rencana pemerintah untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) dianggap sebagai kebijakan instan yang tidak efektif. Pakar Komunikasi Politik Universitas Mercubuana, Heri Budianto mempertanyakan mengapa Pemerintah memilih kebijakan instan yang tidak popular itu ketimbang merevisi Anggaran Pendapatan Belanja Negara yang defisit.

“Padahal APBN yang defisit bisa direvisi, tapi kenapa kebijakan instan ini yang dihadirkan sebagai poin?" kata Heri dalam diskusi bertajuk “Berebut Berkah Subsidi” di Jakarta, Sabtu (15/6/2013).

Dia mengatakan, lebih baik Pemerintah bekerja lebih kras lagi dengan memanfaatkan penerimaan pajak. Hal itu, menurutnya, dapat dilakukan dengan membasmi mafia pajak, menekan praktek tindak pidana korupsi sehingga kas Negara dapat terisi dari pengembalian uang kerugian Negara atau dari pembayaran pajak yang terhutang.

“Membasmi mafia pajak, menekan korupsi, itu mungkin capek, tapi poinnya akan mendapatkan efek yang lebih besar dibandingkan dengan menaikan harga BBM,” ucapnya.

Pandangan senada disampaikan anggota Dewan Perwakilan Rakyat fraksi PDI-Perjuangan Maruarar Sirait. Sejak awal, PDIP memang menolak rencana Pemerintah untuk menaikkan harga BBM tersebut. Maruarar pun mengatakan, fraksinya mengusulkan solusi lain dengan meningkatkan pos-pos penerimaan dan melakukan penghematan. Misalnya, lanjut Maruarar, dengan memotong biaya perjalanan dinas yang memakan anggaran cukup besar.

“Ayo kita naikkan bea keluar batu bara, 40 triliun per tahun, kita naikkan tarif cukai untuk alkohol, minuman bersoda, rokok. Ada satu jenis rokok 20 miliar batang per tahun, dinaikan 100 perak saja sudah dapat 2 triliun, saya mendukung Presiden kalau menaikan tarif cukai, bea keluar, dan penghematan,” tuturnya.

Selain itu, Heri menyoroti rencana untuk menyalurkan kompensasi kenaikan BBM dalam empat opsi, yakni bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM), Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Siswa Miskin (BSM), dan beras miskin. Menurut Heri, pemberian kompensasi tersebut tidak mendidik masyarakat dan cenderung dimanfaatkan sebagai instrument politik partai merebut simpatik masyarakat. Dia juga mengkhawatirkan pendistribusian kompensasi tersebut akan bermasalah di kemudian hari.

“Distribusi kita jelek terkait kompensasi, bentuk kompensasi kan hanya berganti bungkus, tidak mencerdaskan masyarakat, dulu ada BLT, sekarang BLSM, sama saja. Dan ketika distribusi di lapangan bermasalah, partai-partai akan serius mengawasi, ini kan distribusi, parpol akan berhadapan langsung dengan konstituen, di situlah bermain,” ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

    Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

    Nasional
    Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

    Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

    Nasional
    Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

    Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

    Nasional
    Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

    Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

    Nasional
    PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

    PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

    Nasional
    Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

    Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

    Nasional
    Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

    Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

    Nasional
    Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

    Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

    Nasional
    PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

    PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

    Nasional
    Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

    Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

    Nasional
    Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

    Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

    Nasional
    Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

    Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

    Nasional
    KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

    KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

    Nasional
    Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

    Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com