Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hukuman Tak Berefek Jera, Pembenahan Ditjen Pajak Gagal

Kompas.com - 11/04/2013, 10:58 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan didesak untuk membenahi rentannya sistem pajak menyusul terungkapnya sejumlah kasus korupsi yang dilakukan pegawai Pajak. Tindakan hukum atas para pelaku korupsi pajak selama ini tidak memberikan efek jera.

Direktur Institute for Development of Economics and Finance Enny Sri Hartati, di Jakarta, Rabu (10/4), berpendapat, banyaknya kasus korupsi di Direktorat Jenderal Pajak tidak akan serta-merta menyebabkan penurunan pajak. Alasannya, orang masih berpikir dua kali untuk tidak membayar pajak karena akan mendapatkan denda.

Namun, yang pasti, kata Enny, banyaknya kasus korupsi di Pajak menunjukkan bahwa sistem perpajakan masih memberikan peluang lebar untuk penyelewengan. Artinya, penerimaan pajak selama ini jauh dari optimal karena potensi pajak yang menguap masih banyak.

Berkaitan dengan sejumlah penangkapan pegawai Pajak yang terlibat korupsi, Enny menilai hal itu positif dari sisi penegakan hukum. Akan tetapi, itu tidak akan memberikan efek jera selama sistem perpajakan masih menawarkan lubang yang lebar untuk penyimpangan.

”Yang harus dibenahi adalah memperbaiki sistem untuk meminimalisasi lubang kebocoran dan penyimpangan. Ukurannya adalah rasio perpajakan kita masih rendah,” kata Enny.

Dalam APBN 2013, pendapatan negara dan hibah ditetapkan Rp 1.529,7 triliun. Dari jumlah itu, penerimaan dari pajak adalah Rp 1.193 triliun atau 77,98 persen. Pajak menjadi sumber dana utama penyelenggaraan negara.

Pengajar Fakultas Hukum Universitas Andalas, Padang, Feri Amsari, berpendapat, tertangkapnya pegawai Ditjen Pajak untuk kelima kalinya oleh KPK menunjukkan bahwa gambaran kejahatan tersebut sudah mendarah daging di Ditjen Pajak. Penangkapan demi penangkapan yang dilakukan tidak menimbulkan efek jera.

Menurut Feri, penangkapan Pargono mengindikasikan upaya KPK untuk membenahi instansi Pajak masih gagal menimbulkan efek jera. Hal tersebut juga menunjukkan bahwa institusi Kementerian Keuangan tidak sungguh-sungguh memperbaiki institusi Pajak yang sudah bobrok.

”Untuk itu, ke depan, perlu dipikirkan bagaimana melakukan upaya pencegahan dengan bekerja sama dengan Kementerian Keuangan sebagai wadah institusi pajak. Kasus penangkapan ini semakin menguatkan bahwa institusi pajak dipenuhi para ’penyamun’ pajak rakyat,” ujar Feri.

Padahal, pegawai Ditjen Pajak sejauh ini sudah mendapatkan tambahan penghasilan berupa Tunjangan Khusus Pembinaan Keuangan Negara yang biasa disebut Tunjangan Kinerja. Tunjangan ini muncul pascareformasi birokrasi di Kementerian Keuangan. Untuk itu, semua pegawai dibagi atas 27 peringkat jabatan, dari peringkat 1 (staf pelaksana golongan 1) hingga yang tertinggi, yakni direktur jenderal dengan beban kerja terberat. Besaran tunjangan berkisar Rp 1,33 juta hingga Rp 46,95 juta per bulan.

Satu tersangka

Perkembangan operasi tangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sejak Selasa hingga Rabu (10/4), hanya menetapkan satu tersangka dari lima orang yang ditangkap. Juru Bicara KPK Johan Budi SP, di Jakarta, Rabu, menegaskan, KPK hanya menetapkan satu orang sebagai tersangka, yakni penyidik pegawai negeri sipil di Direktorat Jenderal Pajak, Pargono Riyadi. Pargono diduga memeras wajib pajak.

Sebelumnya, selain Pargono, KPK juga menangkap pengusaha otomotif yang juga mantan pebalap motor, Asep Hendro, Rukimin Tjahjono, Wawan, dan Sudiarto. Asep adalah pemilik Asep Hendro Racing Sport, produsen suku cadang hingga perlengkapan balap motor. Sementara Rukimin diduga hanya perantara untuk memberikan uang kepada Pargono, Wawan adalah manajer AHRS, dan Sudiarto konsultan pajak.

”Setelah melakukan pemeriksaan secara intensif, dari keterangan terperiksa dan bukti-bukti yang dimiliki penyidik KPK berkaitan dengan tertangkap tangannya beberapa orang yang diduga berkaitan dengan pengurusan pajak, disimpulkan, ada tindak pidana korupsi yang dilakukan PR (Pargono Riyadi). Modus tindak pidana korupsi yang dilakukan diduga adalah pemerasan,” kata Johan Budi.

Menurut Johan, Pargono bakal dijerat Pasal 12 Huruf e atau Pasal 23 UU Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 421 KUHP. Bunyi Pasal 12 Huruf e UU Tipikor menyebutkan, pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar atau menerima pembayaran dengan potongan, dipenjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun, serta denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.

Menteri Keuangan Agus Martowardojo mendukung penangkapan oleh KPK terhadap oknum Ditjen Pajak yang menerima suap.

”Saya apresiasi KPK yang berhasil menangkap pegawai Pajak yang tidak tertib dan menerima suap. Saya sampaikan apresiasi dan tunjukkan bahwa KPK adalah institusi profesional dan efektif,” kata Agus seusai diperiksa sebagai saksi oleh KPK terkait kasus korupsi proyek Hambalang, Rabu.

Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Humas Ditjen Pajak Kismantoro Petrus, di Jakarta, Rabu, mengatakan, pihaknya akan mengadopsi model tangkap tangan yang diterapkan KPK dalam memberantas korupsi di Ditjen Pajak. (LAS/ONG/ANA/BIL)

Berita terkait dapat diikuti dalam topik:
KPK Tangkap Pegawai Pajak

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

    Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

    Nasional
    Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

    Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

    Nasional
    Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

    Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

    Nasional
    AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

    AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

    Nasional
    Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

    Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

    Nasional
    Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

    Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

    Nasional
    AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

    AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

    Nasional
    Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

    Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

    Nasional
    Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

    Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

    Nasional
    Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

    Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

    Nasional
    Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

    Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

    Nasional
    AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum 'Clear', Masih Dihuni Warga

    AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum "Clear", Masih Dihuni Warga

    Nasional
    Tak Persoalkan PKB Ingin Kerja Sama dengan Prabowo, PKS: Kita Enggak Jauh-jauh

    Tak Persoalkan PKB Ingin Kerja Sama dengan Prabowo, PKS: Kita Enggak Jauh-jauh

    Nasional
    Bapanas Prediksi Harga Bawang Merah Normal 30-40 Hari ke Depan

    Bapanas Prediksi Harga Bawang Merah Normal 30-40 Hari ke Depan

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com