JAKARTA, KOMPAS.com - Juru Bicara Tim Pembela Penyidik (TPP) KPK Haris Azhar mengatakan, pihak kepolisian, khususnya Polda Bengkulu, harus dapat mengungkapkan secara terbuka dan jelas bukti keterlibatan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi Novel Baswedan, dalam kasus dugaan penganiayaan terhadap pencuri sarang burung walet. Kasus ini terjadi tahun 2004 silam. Novel adalah penyidik KPK yang berasal dari Polri. Saat peristiwa terjadi, ia menjabat Kasat Reskrim Polda Bengkulu.
Menurut Haris, ada sejumlah kejanggalan dalam proses hukum kasus itu. Oleh karena itu, ia menilai, dibutuhkan tim independen untuk mengecek hasil temuan Polda Bengkulu dalam kasus tersebut. Tim independen, katanya, sebagiknya tak hanya mengandalkan Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas). Sebab, peran Kompolnas akan mengenyampingkan institusi lainnya seperti Komnas HAM dan Ombudsman. Hal ini akan membuat penanganan kasus menjadi tidak independen. Komposisi Kompolnas, Komnas HAM, dan Ombudsmna, menurut dia, akan menjadi tim independen yang bisa menyelidiki kasus ini.
"Kompolnas punya keahlian khusus, perspektif khusus. Ombudsman punya wewenang khusus yang akan memberikan potret lebih utuh tentang kasus Novel ini. Begitu pula Komnas HAM," kata Haris, di Gedung Ombudsman, Jakarta, Selasa (30/10/2012).
Keterlibatan tiga lembaga negara tersebut diharapkan dapat membuat kasus Novel menjadi lebih terang. Selain itu, tim independen juga dapat melahirkan satu rekomendasi, baik pada KPK, Kepolisian, maupun Presiden. Secara peraturan, ketiga lembaga itu, menurutnya, memiliki wewenang yang menjadi dasar untuk bekerja.
"Ombudsman memiliki 2 UU, Komnas HAM punya 3 UU dan Kompolnas punya PP yang bisa menjadikan mereka miliki kredibilitas untuk bekerja memeriksa kasus ini. Jangan polisi, kalau polisi kan tendensius, emosional melihat kasus ini," ujarnya.
Haris yang juga Koordinator Kontras meminta polisi legowo dan menahan diri dalam melihat kasus Novel. Perlawanan-perlawanan terhadap KPK justru akan memperlihatkan bentuk resistensi Kepolisian dari pemeriksaan kasus simulator.
Kejanggalan
Dalam temuan Tim Pembela Penyidik KPK, ada kejanggalan dalam upaya penangkapan Kompol Novel di Gedung KPK, 5 Oktober 2012 lalu. Hal itu menyangkut penerbitan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) yang baru keluar tanggal 8 Oktober 2012 dan diterima Kejaksaan Tinggi Negeri (Kejari) Bengkulu pada 12 Oktober 2012.
"Tidak boleh melakukan penggeledahan dan penangkapan tanpa SPDP. Saat ditelusuri oleh kami, ada mal (kesalahan) administrasi di situ (SPDP)," kata Haris.
Selain itu, Haris mengungkapkan, berdasarkan SPDP, upaya penangkapan Novel seharusnya dilakukan di rumah, bukan di KPK. Ia menuding ada penyalahgunaan wewenang yang dilakukan Polda Bengkulu dan Polda Metro Jaya atas penangkapan Novel. Sebab, penangkapan Novel seharusnya dilakukan dengan disertai SPDP.
"Penyalahgunaan prosedur itu, seharusnya mereka (Polda Bengkulu dan Polda Metrojaya) saling memberitahu karena keduanya memiliki wewenang," kata Haris.
Berita terkait dapat diikuti dalam topik:
Novel Baswedan dan Dugaan Penganiayaan
Polisi vs KPK