Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Surat Sanksi terhadap Novel Diduga Dipalsukan

Kompas.com - 27/10/2012, 14:11 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com Surat keputusan (SK) soal sanksi yang diterima penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi, Komisaris Novel Baswedan, terkait kasus penganiayaan terhadap pencuri sarang burung walet, diduga dipalsukan.

Tim Hukum Pembela Penyidik KPK menemukan dua SK berbeda. SK yang dipegang Novel tertanggal Juni 2004, sedangkan SK dari Polda Bengku diterbitkan pada November 2004.

"Novel kan disidang 2004, itu bulan Juni 2004. Nah tiba-tiba di sini muncul surat yang sama, November 2004," kata anggota Tim Hukum Pembela Penyidik KPK, Haris Azhar, saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (27/10/2012).

Menurutnya, selain beda tanggal, jenis sanksi untuk Novel yang termuat dalam kedua SK itu pun berbeda. Surat yang dipegang Novel berbunyi bahwa mantan Kepala Satuan Reserse Kriminal Polresta Bengkulu itu hanya dikenai sanksi disiplin berupa teguran keras atas peristiwa penembakan yang menyebabkan kematian seorang pencuri burung walet di Bengkulu, 2004.

Adapun dalam SK di Polda Bengku disebutkan kalau Novel dijatuhi hukuman kurungan tujuh hari. Haris menduga, ada upaya kepolisian untuk memalsukan SK tersebut. Haris menduga pemalsuan SK ini sebagai upaya kepolisian menunjukkan kalau Polda Bengkulu saat itu serius menangani kasus dugaan penganiayaan yang dituduhkan kepada Novel.

"Dengan mengatakan sansksinya hukuman badan, sementara Novel tidak merasa sanksinya demikian, ini ingin menunjukkan juga kalau Polda sudah memberi hukuman yang Novel belum jalani," ujarnya.

Haris juga mengatakan, sedianya Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) yang tengah menyelidiki kasus Novel mengetahui soal dua SK yang berbeda tersebut. Haris juga meminta Kompolnas membuka informasi soal temuan mereka sejauh ini kepada publik.

Selain masalah SK, tim pembela penyidik KPK juga menemukan kejanggalan lain terkait upaya penangkapan Novel. Upaya penangkapan Novel dilakukan pada 5 Oktober 2012, sementara surat perintah dimulainya penyidikan (SPDP) kasus itu baru dikirimkan oleh Kepolisian ke Kejaksaan pada 8 Oktober 2012 dan diterima oleh Kejari Bengkulu pada 12 Oktober 2012.

Seperti diketahui, Polda Bengkulu sempat memproses kasus dugaan penganiayaan berat terhadap pencuri sarang burung walet yang diduga melibatkan Novel. Atas kasus Novel ini, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sudah menyampaikan penilaiannya. Menurut Presiden, pengusutan kasus Novel tidak tepat waktu dan cara. Menindaklanjuti pernyataan Presiden ini, Kepolisian menunggu waktu yang tepat untuk memproses kasus Novel tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Tak Ada Tim Transisi pada Pergantian Pemerintahan dari Jokowi ke Prabowo

    Tak Ada Tim Transisi pada Pergantian Pemerintahan dari Jokowi ke Prabowo

    Nasional
    Tok! Kasasi KPK Kabul, Eltinus Omaleng Dihukum 2 Tahun Penjara

    Tok! Kasasi KPK Kabul, Eltinus Omaleng Dihukum 2 Tahun Penjara

    Nasional
    Penetapan Prabowo di KPU: Mesra dengan Anies hingga Malu-malu Titiek Jadi Ibu Negara

    Penetapan Prabowo di KPU: Mesra dengan Anies hingga Malu-malu Titiek Jadi Ibu Negara

    Nasional
    Gibran Bertemu Ma'ruf Amin, Saat Wapres Termuda Sowan ke yang Paling Tua

    Gibran Bertemu Ma'ruf Amin, Saat Wapres Termuda Sowan ke yang Paling Tua

    Nasional
    Anies Dinilai Masih Berpeluang Maju Pilkada Jakarta, Mungkin Diusung Nasdem dan PKB

    Anies Dinilai Masih Berpeluang Maju Pilkada Jakarta, Mungkin Diusung Nasdem dan PKB

    Nasional
    Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

    Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

    Nasional
    Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

    Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

    Nasional
    Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

    Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

    Nasional
    2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

    2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

    Nasional
    Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

    Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

    Nasional
    [POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

    [POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

    Nasional
    Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

    Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

    Nasional
    Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

    Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

    Nasional
    Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

    Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com