Andreas Yoga, Litbang Kompas
KOMPAS.com - Keberhasilan komunikasi politik antara penguasa dan massa rakyatnya, selain ditentukan oleh bentuk relasi sosial yang melandasinya, dipengaruhi juga oleh bentuk dan isi pesan yang disampaikan. Publik menilai komunikasi yang dilakukan para pemimpin selama ini masih sebatas pencitraan diri.
Komunikasi politik dapat diartikan sebagai bentuk penyampaian pesan yang dilakukan oleh penguasa kepada massa rakyat yang ada di wilayah kekuasaannya. Penguasa di sini bisa dimaknai secara luas sebagai individu ataupun institusi yang memiliki mandat untuk menyelenggarakan pemerintahan. Pada umumnya, penyampaian pesan dari penguasa kepada massa rakyat dimediasikan oleh media massa. Namun, tak jarang sejumlah pemimpin memilih bertatap muka langsung dengan orang atau kelompok yang dipimpinnya.
Di satu sisi, pilihan atas bentuk komunikasi politik dalam beberapa hal turut memberi kontribusi atas tercapai atau tidaknya tujuan penyampaian pesan tersebut. Pidato satu arah tanpa diikuti oleh dialog memudahkan sang pemimpin untuk menyampaikan gagasannya. Namun, bentuk ini sering kali berujung salah persepsi. Hal itu terjadi karena tak ada ruang bagi publik untuk memeriksa kembali kebenaran dari pesan yang disampaikan sang pemimpin.
Di sisi lain, bentuk komunikasi politik yang dipilih dapat menghilangkan atau paling tidak mengurangi implikasi relasi hierarkis antara penguasa dan rakyat. Mantan Presiden Indonesia Abdurrahman Wahid menyadari ada relasi yang timpang antara penguasa dan rakyatnya. Ia pun menjadikan Istana Presiden, simbol rumah penguasa, sebagai rumah rakyat. Publik diperbolehkan ke istana secara reguler untuk berdialog dengannya.
Meskipun demikian, pilihan atas bentuk komunikasi politik belum dianggap cukup tanpa disertai dengan kekuatan politik dari pesan yang disampaikan. Kekuatan politik di sini diartikan sebagai keterkaitan isi pesan sang pemimpin dengan realitas persoalan yang dihadapi massa rakyat. Tanpa hal itu, komunikasi politik yang dilakukan seorang pemimpin hanya bertujuan sebagai pencitraan diri dan lembaganya. Hal itulah yang terungkap dalam jajak pendapat Kompas di 12 kota besar Indonesia.
Bagaimana publik menilai komunikasi politik Presiden Susilo Bambang Yudhoyono? ....Selengkapnya simak hasil jajak pendapat Kompas di Harian Kompas, Senin (20/2/2012), halaman 4.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.