JAKARTA, KOMPAS.com -- Kekayaan alam yang melimpah ternyata tak membawa berkah bagi rakyat Papua. Meski tanah Papua menyimpan emas yang dieksploitasi PT Freeport Indonesia sejak puluhan tahun silam dan menghasilkan kekayaan luar biasa bagi perusahaan pertambangan asal Amerika Serikat tersebut, namun di sisi yang lain, kesejahteraan buruhnya tak sebanding dengan buruh Freeport di negara lain.
Papua dinilai sebagai ironi Indonesia, tanahnya kaya tetapi rakyatnya banyak yang masih miskin. Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar mencatat, masalah Papua hingga kini lebih didominasi pendekatan keamanan. Tuntutan agar pemerintah pusat memperhatikan Papua, dicurigai sebagai upaya separatisme.
"Pemerintah jangan hanya mau emasnya Papua saja, tetapi rakyat Papua mereka tak mau perhatikan. Mestinya pemerintah jangan mau enaknya saja kalau bicara Papua," kata Haris, Minggu (13/11/2011) di Jakarta.
Haris mencontohkan, dalam masalah sengketa antara Freeport dengan buruhnya, pemerintah masih menggunakan pendekatan keamanan, antara lain dalam bentuk upaya polisi membubarkan aksi mogok buruh yang menuntut perbaikan kesejahteraan. Belum lagi tindakan polisi menggeledah asrama mahasiswa Papua di berbagai daerah, seiring dengan kerawanan kondisi keamanan di Papua.
Menurut Haris, tindakan penggeledahan tersebut hanya akan menimbulkan antipati masyarakat Papua terhadap aparat keamanan. Haris mengatakan, jalan keluar masalah Papua hanya dengan dialog, dan menghentikan segala bentuk pendekatan keamanan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.