JAKARTA, KOMPAS.com - Setidaknya 85 persen pasangan kepala daerah-wakil kepala daerah "bercerai" karena terlibat konflik. Masa bulan madu antara kepala daerah dan wakil kepala daerah umumnya hanya berlangsung hingga beberapa tahun setelah pelantikan.
Demikian hasil evaluasi yang disampaikan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (18/8/2011). "Dari hasil evaluasi kami pada tahun 2010, 85 persen pasangan kepala daerah dan wakil kepala daerah tidak berlanjut sampai akhir masa jabatan," katanya.
Umumnya kepala daerah dan wakil kepala daerah pecah kongsi lantaran ada konflik kepentingan diantaranya keduanya. Bahkan tidak jarang, keduanya memutuskan untuk sama-sama kembali mencalonkan diri sebagai kepala daerah pada periode berikutnya.
Akibatnya, baik kepala daerah dan wakil kepala daerah sama-sama sibuk mencari pengaruh serta dukungan untuk kepentingan pemenangan Pilkada. "Kalau dua-duanya mau maju lagi, tahun kedua (setelah dilantik) mereka akan sibuk masing-masing untuk mencari pengaruh," ujar Gamawan menjelaskan.
Sehingga orientasi pemimpin daerah tidak lagi pada bagaimana melaksanakan pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan rakyat, tetapi bagaimana menebar pengaruh dan dukungan dari semua kalangan, termasuk birokrasi.
Perpecahan itu juga mengakibatkan pegawai tidak fokus meningkatkan kinerja, karena terpengaruh dukung-mendukung. Oleh karena itu Kemdagri mengusulkan agar kepala daerah dan wakil kepala daerah tidak dicalonkan dalam satu paket.
Kepala daerah dipilih, baik secara langsung oleh rakyat maupun dipilih DPRD, sedangkan wakil kepala daerah diangkat dengan mekanisme lain.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.