JAKARTA, KOMPAS.com - Salah satu staf Mahkamah Konstitusi (MK), Matsuri Hasan, merasa terus dibayang-bayangi oleh Dewi Yasin Limpo.
Dewi melalui Hakim Konstitusi, Arsyad Sanusi, dan putrinya, Nesya, beberapa kali meminta agar Matsuri Hasan mengubah isi surat putusan MK terkait statusnya sebagai Caleg Dapil Sulawesi Selatan I. Ia meminta Matsuri Hasan memberi redaksional "penambahan suara", pada surat putusan itu.
Hal itu dikemukakan Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi (MK), Janedjri M Gaffar, pada rapat Panja Mafia Pemilu di Gedung DPR RI, Selasa (21/6/2011). Janedjri menceritakan kejadian beberapa tahun lalu, sekitar saat kasus dugaan pemalsuan data hasil pemilu legislatif terjadi.
Bahkan, lanjut Janedjri, Dewi diduga membuntuti Matsuri Hasan saat mengantar surat asli MK ke Komisi Pemilihan Umum (KPU). "Hasan merasa dibayang-bayangi oleh Dewi Yasin Limpo. Ia takut Dewi Yasin Limpo meminta surat itu (surat asli) dibaca. Padahal, dalam surat tersebut tidak ada kata penambahan (seperti yang diminta Dewi Yasin Limpo). Sebenarnya Hasan tidak mau antar surat itu ke KPU, karena isi surat tak sesuai dengan yang diminta (oleh Dewi Yasin dan Arsyad Sanusi).
"Tetapi Panitera MK memerintahkan Matsuri Hasan dan Nalom Kurniawan, tetap mengantarkan surat asli itu ke Andi Nurpati," ujarnya.
Menurut pengakuan Matsuri Hasan dan Nalom Kurniawan kepada Tim Investigasi MK, lanjut Janedjri, selama perjalanan terus ditelpon dan di-SMS tetapi tidak meresponnya.
Saat tiba di KPU, kantor itu sepi. Matsuri Hasan dan Nalom diberi tahu panitera MK, Zainal Husein, untuk menemui Andi Nurpati di Gedung Jak TV. Namun saat akan berangkat, mereka didatangi Dewi Yasin Limpo bersama seseorang bernama Bambang.
"Dewi Yasin Limpo dan Bambang meminta agar dapat melihat surat panitera MK. Tetapi Nalom keberatan memperlihatkan surat itu. Kemudian Dewi Yasin Limpo menelepon seseorang, kemunkinan Pak Arsyad atau keluarganya. Bahasa yang digunakan bahasa daerah," lanjut Janedjri. Belakangan diketahui, orang yang ditelepon Dewi Yasin Limpo adalah Nesya, putri Arsyad.
Berdalih ayahnya, Arsyad, yang menyuruh agar surat itu harus diberikan pada Dewi, akhirnya Nalom dan Matsuri Hasan bersedia memberikan.
"Handphone Dewi Yasin Limpo diberikan pada Nalom, ketika sudah terhubung ternyata yang berbicara adalah Nesya, putri Arsyad. Dalam percakapannya. Nesya minta agar Dewi bisa membaca surat itu. Akhirnya surat itu diserahkan kepada Dewi Yasin Limpo, karena menurut Nesya itu atas perintah Pak Arsyad," tambahnya.