Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK: Belum Ada UU Lindungi "Whistle Blower"

Kompas.com - 17/06/2011, 14:03 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi Johan Budi membantah bahwa vonis satu tahun tiga bulan penjara terhadap saksi peniup peluit (whistle blower) kasus suap cek perjalanan dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Agus Condro Prayitno, menciderai keadilan dan membuat orang enggan melaporkan kasus korupsi. Agus adalah politisi yang pertama kali mengungkapkan adanya aliran uang kepada anggota Komisi IX DPR 1999-2004 dalam pemilihan Miranda Goeltom.

"Agus Condro adalah sebagai pihak yang ikut dalam proses pidana korupsi," kata Johan kepada para wartawan di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (17/6/2011).

Johan mengatakan, secara pribadi, dirinya menyetujui adanya penghargaan terhadap orang yang turut berjasa membongkar kasus korupsi. Namun, saat ini belum ada undang-undang yang melindungi whistle blower. Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Korupsi dan Undang Undang tentang Tindak Pidana Korupsi belum mengatur mengenai penghargaan terhadap whistle blower. Ia mengatakan, KPK menyerahkan sepenuhnya kepada DPR terkait regulasi yang mengatur penghargaan terhadap seorang whistle blower yang juga terdakwa atau terpidana kasus korupsi.

Seperti diberitakan, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang diketuai Suhartoyo, Kamis (16/6) di Jakarta, memutuskan Agus Condro bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama. Agus disidangkan bersama tiga terdakwa lain sesama mantan anggota Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan DPR periode 2004-2009, Max Moein, Rusman Lumbantoruan, dan Willem Tutuarima. Max dan Rusman divonis satu tahun delapan bulan penjara, sedangkan Willem divonis satu tahun enam bulan.

Menurut Koordinator Divisi Hukum dan Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW) Febri Diansyah, putusan hakim terhadap Agus Condro cukup mengecewakan karena justru membuat whistle blower kasus korupsi menjadi korban.

"Kami kecewa dari perspektif whistle blower karena whistle blower justru menjadi korban dari sistem hukum Indonesia. Tidak hanya Agus Condro, Vincent juga dihukum tujuh tahun ketika mencoba membongkar kasus manipulasi pajak Asian Agri. Sementara proses hukum terhadap Asian Agri berjalan lambat," ujar Febri Diansyah.

Febri mengatakan, ke depan akan banyak whistle blower yang takut jika pada akhirnya mereka juga dihukum. "Seharusnya whistle blower divonis bebas. Idealnya seperti itu. Sayangnya, UU Perlindungan Saksi dan Korban tidak memprioritaskan hal itu," katanya.

Seusai divonis, Agus mengatakan kecewa karena hanya dikurangi tiga bulan dari tuntutan jaksa, satu tahun enam bulan. Namun, menurut Agus, dirinya memang harus dihukum atas perbuatannya menerima suap sebagai pejabat negara.

"Kalau dilihat, saya memang harus dihukum karena Mbok Minah yang dituduh mengambil biji kakao saja dihukum. Masa saya selaku pejabat negara yang menerima hadiah Rp 500 juta tidak dihukum. Itu kan tidak adil namanya," kata Agus.

Pengacara Agus, Firman Wijaya, mengatakan, ada ketidakadilan bagi kliennya karena sebagai pelapor dia dihukum lebih dahulu, sementara pemberi suap sampai hari ini belum jelas status hukumnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Nasional
Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Nasional
Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Nasional
Pakar Hukum Dorong Percepatan 'Recovery Asset' dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Pakar Hukum Dorong Percepatan "Recovery Asset" dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Nasional
Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Nasional
Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Nasional
Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Nasional
TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

Nasional
Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Nasional
Pakar Hukum Duga Ada 'Orang Kuat' Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Pakar Hukum Duga Ada "Orang Kuat" Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Nasional
Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia 'The New Soekarno'

Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia "The New Soekarno"

Nasional
TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

Nasional
Terseretnya Nama Jokowi dalam Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Terseretnya Nama Jokowi dalam Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Nasional
Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Nasional
Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com