*oleh Zainal Arifin Mochtar KOMPAS.com - Saat ini kita kembali harus membentuk panitia seleksi untuk memilih calon komisioner KPK.
Sebagai suatu tahap yang sangat menentukan, tentu ada hal yang harus digariskan sejak awal bagi panitia seleksi (pansel) KPK. Sederhananya, akankah mereka menemukan orang yang pas untuk dibawa ke KPK?
Ini adalah negeri ”seribu satu” komisi. Pengalaman negeri ini membentuk pansel pun sudah teramat banyak. Namun, sejujurnya kerja pansel selalu mengundang tanya, khususnya mengenai mekanisme kerja pansel yang dapat menjadi persoalan karena beberapa hal.
Pertama, ketertutupan, dan pada saat yang sama berkaitan dengan hal kedua, perihal kewenangan pansel yang tidak jelas. Tak ada satu pun peraturan yang menjelaskan secara gamblang perihal prinsip-prinsip kerja pansel, selain jujur, terbuka, dan transparan yang dinisbahkan kepada Pansel Komisi Informasi di dalam UU Nomor 14 Tahun 2008.
Hal inilah yang membuka masalah penafsiran kewenangan pelaksanaan seleksi yang dilakukan pansel. Akibatnya, tahapan masing-masing berbeda. Selain itu, proses penentuan dan pengambilan keputusan pun sangat longgar. Tak ada ukuran baku dan standar yang jelas dalam melaksanakan pekerjaan pansel.
Masalah lain dari penafsiran ini ditunjukkan dengan keterbukaan informasi dan akses publik untuk mengetahui kondisi dan proses seleksi di pansel. Akhirnya, pada praktiknya cenderung lebih mengandalkan sosok-sosok yang ada dalam pansel dibandingkan membangun sebuah sistem transparansi kerja pansel. Pansel yang banyak melibatkan tokoh masyarakat, akademisi, dan kalangan LSM ternyata lebih terbuka dalam memberikan informasi. Itu pun cenderung lebih secara personal dibandingkan sebagai suatu sistem yang terbangun di dalam pansel itu sendiri.
Kerja pansel
Karena itu, ada kebutuhan besar saat ini untuk mengisi kerja pansel menjadi hal yang lebih pas dan tepat dibandingkan model kerja dan kritik kita terhadap pansel-pansel yang ada selama ini. Ada beberapa hal penting yang dijadikan patokan kerja.
Pertama, pansel harus berpikir untuk disetir dengan tujuan dibandingkan sekadar menyelesaikan tugas sebagai pansel. Ada baiknya pertemuan-pertemuan bukan membicarakan teknis perekrutan, tetapi soal sosok yang tepat untuk menggawangi KPK.....(selanjutnya, baca Harian Kompas hari ini, 9 Juni 2011).
*Zainal Arifin Mochtar Direktur PuKAT Korupsi Fakultas Hukum UGM
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.