JAKARTA, KOMPAS.com — Pemberantasan korupsi yang tebang pilih menunjukkan penegakan hukum di Indonesia masih dipengaruhi kepentingan politik yang sangat kuat. Ketua DPP Hanura Fuad Bawazier mengatakan, penegakan hukum tajam sebelah. Bagian yang tajam hanya berlaku untuk kasus-kasus yang melibatkan lawan politik partai penguasa. Maka tak heran, lanjutnya, banyak pejabat berbondong-bondong masuk partai penguasa.
"Hukum ini seperti muter-muter saja. Negara seperti tak berdaya. Akan tetapi, kalau yang terkait lawan politik, hukum seperti cerdas. Banyak pula kepala daerah berbondong-bondong masuk ke partai penguasa. Sepertinya di situ terasa lebih nyaman berlindung," ungkapnya di Jakarta, Minggu (5/6/2011).
Menurut mantan Menteri Keuangan ini, sudah jadi rahasia umum apabila pemberantasan korupsi dikuasai kepentingan politik. Pemegang kekuasaan menjadikan penegakan hukum terkesan bodoh di mata publik.
Fuad menyebutkan sejumlah contoh kasus. "Itu bisa dilihat dari berbagai kasus yang kita lihat, masalah Andi Nurpati, Nazaruddin, Nunun Nurbaeti," katanya.
Ia memperingatkan partai penguasa. Rakyat yang selama ini diam, kata dia, bisa saja muak dengan model-model penegakan hukum semacam ini. Apalagi, "bedol desa" para pejabat daerah ke partai penguasa ini bukan sesuatu yang memalukan lagi.
"Memang banyak orang yang berpindah ria ke partai penguasa karena kesan saya kalau dari sana nyeret ke pengadilan, kan, sulit. Sebut saja, Wali Kota Semarang, Wali Kota Bukit Tinggi. Jadi, ke situ aja deh biar lebih aman," tuturnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.