JAKARTA, KOMPAS.com — Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi M Jasin mengatakan, terbuka kemungkinan bagi KPK untuk menyelidiki dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan hakim Syarifuddin dalam memutus bebas Gubernur Bengkulu nonaktif, Agusrin Najamuddin. Namun, hal tersebut sangat bergantung pada hasil pengembangan penyidikan KPK terhadap Syarifuddin dalam kasus dugaan suap penanganan perkara PT SCI. Saat ini, KPK masih fokus pada kasus dugaan suap terkait PT SCI yang menjerat Syarifuddin dan kurator berinisial Puguh Wirayan sebagai tersangka itu.
"Tergantung pengembangan penyidikan. Kalau kasus itu kan harus ada buktinya, bukan hanya pernyataan atau perkataan," kata Jasin saat dihubungi, Jumat (3/6/2011).
Menurut Jasin, jika ingin masuk untuk menyelidiki dugaan korupsi dalam penanganan kasus Agusrin, KPK harus mendapatkan bukti awal terlebih dahulu. "Tentu proses pengumpulan bukti itu yang perlu kita fokuskan," ucapnya.
KPK, kata Jasin, harus menemukan bukti berupa dokumen atau keterangan saksi yang dapat menunjukkan bahwa putusan bebas atas Agusrin itu berkaitan dengan suap yang diterima oleh sang hakim. "Tentunya KPK sesuai lembaga hukum bekerja secara profesional. Didasarkan pada bukti itu, kita proses secara hukum," tuturnya.
Jasin juga menegaskan, dugaan suap terkait penanganan perkara PT SCI oleh hakim Syarifuddin berbeda dengan penanganan perkara kasus Agusrin. "Sehingga yang kita proses hukum adalah peristiwa pidana atas suap-menyuap (terkait PT SCI) itu dan telah kita proses hukum sesuai dengan peristiwa pidananya," kata Jasin.
Dalam kasus ini, KPK menyita uang senilai Rp 250 juta sebagai alat bukti dan sejumlah mata uang asing. Berdasarkan catatan Indonesia Corruption Watch (ICW), hakim Syarifuddin memiliki rekam jejak yang buruk. Selama berdinas di Makassar dan Jakarta, ia memvonis bebas setidaknya 30 terdakwa korupsi. Hakim Syarifuddin juga menjadi salah satu hakim yang memvonis bebas Agusrin. ICW mendesak KPK untuk mengembangkan penyidikan terhadap kasus Syarifuddin terkait perkara-perkara lain yang pernah diperiksa dan divonis oleh hakim PN Jakarta Pusat tersebut.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.