Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cermin Lemahnya Pengawasan Internal MA

Kompas.com - 03/06/2011, 12:30 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho menilai, tertangkapnya sejumlah hakim yang diduga terlibat tindak pidana korupsi menunjukkan lemahnya pengawasan internal hakim yang dilakukan Mahkamah Agung. Selain itu, pengawasan eksternal yang merupakan kewenangan Komisi Yudisial dinilai belum optimal. Hal ini juga tecermin dari ditangkapnya hakim Syarifuddin oleh KPK karena dugaan menerima suap.

"Poinnya ini tentunya adalah terkait pengawasan internal di MA punya kelemahan ganda, pengawasan internal, dan buruknya pembinaan," kata Emerson, saat dihubungi, Jumat (3/6/2011).

Hakim Syarifuddin merupakan pengawas di pengadilan niaga Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Ia ditangkap KPK di kediamannya pada Rabu (1/6/2011). Hakim Syarifuddin ditangkap karena diduga terlibat suap dalam penanganan perkara penjualan aset PT SCI. KPK juga menangkap seorang kurator berinisial PW. Berdasarkan catatan ICW, sebelumnya sudah ada empat hakim yang ditangkap dan diproses oleh penegak hukum. Mereka adalah hakim Ibrahim, hakim PTUN Jakarta atas dugaan suap oleh DL Sitorus, Muhtadi Asnun, hakim PN Tangerang atas dugaan suap oleh Gayus H Tambunan, dan Herman Alositandi, hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan atas dugaan pemerasan terhadap saksi kasus korupsi Jamsostek.

Sejumlah catatan buruk hakim tersebut, lanjut Emerson, memperlihatkan bahwa sanksi dari MA terhadap hakim-hakim yang nakal kurang tegas sehingga tidak menimbulkan efek jera. Hakim yang nakal rata-rata hanya mendapat hukuman administratif berupa mutasi. "Juga terkait promosi, mutasi, kalau catatan buruk seharusnya tidak dapat promosi, tapi hakim S contohnya, dipindah dari Makassar ke Jakarta, itu kan semacam promosi," lanjut Emerson.

Terkait pengawasan eksternal KY, ICW menilai bahwa lembaga itu belum menjadi lembaga yang menakutkan bagi hakim. Kewenangan KY berdasarkan undang-undang masih terbatas. Hasil pengawasan KY hanya bersifat rekomendasi dan tidak dapat memenjarakan. ICW juga menilai, kenaikan remunerasi yang diterima para hakim sebaiknya diikuti dengan penguatan fungsi pengawasan internal dan eksternal serta pemberian reward and punishment. "Sepanjang hal ini tidak berjalan, akan membuka peluang hakim untuk melakukan tindakan tercela seperti suap dan pemerasan," kata Emerson.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

    MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

    Nasional
    Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

    Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

    Nasional
    Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

    Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

    Nasional
    Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau 'Ge-er'

    Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau "Ge-er"

    Nasional
    Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

    Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

    Nasional
    Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

    Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

    Nasional
    Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

    Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

    Nasional
    JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin 'Merampok'

    JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin "Merampok"

    Nasional
    Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

    Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

    Nasional
    Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

    Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

    Nasional
    Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

    Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

    Nasional
    Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

    Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

    Nasional
    BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

    BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

    Nasional
    Terungkap di Sidang, Biaya Ultah Cucu SYL Di-“reimburse” ke Kementan

    Terungkap di Sidang, Biaya Ultah Cucu SYL Di-“reimburse” ke Kementan

    Nasional
    Tanggapi Jokowi, Djarot PDI-P: Konstitusi Dilanggar dan Direkayasa, Kekaderannya Patut Diragukan

    Tanggapi Jokowi, Djarot PDI-P: Konstitusi Dilanggar dan Direkayasa, Kekaderannya Patut Diragukan

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com