Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ICW: Rekam Jejak Hakim S Buruk

Kompas.com - 03/06/2011, 09:37 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi Pemberantasan Korupsi, Rabu (1/6/2011) malam, menangkap hakim pengawas di pengadilan niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, hakim S, yang diduga menerima suap. Berdasarkan catatan Indonesia Corruption Watch, hakim S memiliki sejumlah catatan buruk selama berkarier sebagai hakim. Koordinator ICW Emerson Yuntho menyampaikan hal tersebut ketika dihubungi, Kamis (3/6/2011).

"Banyak catatan buruk ya, hakim S pernah dilaporkan ke Komisi Yudisial dan membebaskan 39 terdakwa korupsi," kata Emerson.

Menurut ICW, 39 terdakwa kasus korupsi yang dibebaskan hakim S terjadi selama yang bersangkutan melaksanakan tugas di Pengadilan Negeri Makassar dan PN Jakarta Pusat. Terdakwa kasus dugaan korupsi yang terakhir dibebaskan adalah Agusrin Najamuddin, Gubernur Bengkulu nonaktif. Sebelumnya, hakim S berdinas di PN Makassar dan menjadi Ketua PN Jeneponto, Sulawesi Selatan. Terkait kasus Agusrin, lanjut Emerson, hakim S mendapat pemantauan KY saat memimpin sidang Agusrin di PN Jakarta Pusat. Diduga, ada indikasi suap dalam penanganan kasus yang berakhir dengan vonis bebas Agusrin tersebut.

Selain itu, lanjut Emerson, hakim S pernah dilaporkan ke KY terkait vonis bebas yang diberikannya dalam penanganan kasus dugaan suap yang melibatkan anggota DPRD Luwu, Sulawesi Selatan. "Perkembangan selanjutnya tidak jelas," ujar Emerson.

Sebelumnya, sekitar tahun 2009, menurut Emerson, hakim S pernah diangkat Mahkamah Agung untuk menjadi hakim karier di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi berdasarkan SK Nomor 041/KMA/K/III/2009 tertanggal 18 Maret 2009. Namun, karena kritik dari sejumlah kalangan, pengangkatan hakim S dibatalkan.

Sementara itu, Juru Bicara Komisi Yudisial Asep Fajar, yang dihubungi Kompas.com secara terpisah, menyatakan akan mengecek terlebih dahulu data yang disebutkan ICW, termasuk kasus-kasus yang pernah ditangani hakim S.

Kasus ini berawal dari penangkapan yang dilakukan KPK terhadap hakim S dan seorang kurator berinisial PW yang diduga terlibat suap. Setelah memeriksa keduanya, KPK menetapkan status S dan PW sebagai tersangka. Keduanya diduga terlibat suap dalam penanganan perkara penjualan aset PT SCI. Atas perbuatannya, hakim S disangka melanggar Pasal 12 a/b/c dan/atau Pasal 6 Ayat 2 atau Pasal Pasal 5 Ayat 2 atau Pasal 11 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Sementara PW dijerat dengan Pasal 6 Ayat 1 a dan/atau Pasal 5 Ayat 1 a/b dan/atau Pasal 13 undang-undang yang sama.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Gibran Temui Prabowo di Kertanegara Jelang Penetapan Presiden-Wapres Terpilih

    Gibran Temui Prabowo di Kertanegara Jelang Penetapan Presiden-Wapres Terpilih

    Nasional
    KPU Batasi 600 Pemilih Tiap TPS untuk Pilkada 2024

    KPU Batasi 600 Pemilih Tiap TPS untuk Pilkada 2024

    Nasional
    Dianggap Sudah Bukan Kader PDI-P, Jokowi Disebut Dekat dengan Golkar

    Dianggap Sudah Bukan Kader PDI-P, Jokowi Disebut Dekat dengan Golkar

    Nasional
    PDI-P Tak Pecat Jokowi, Komarudin Watubun: Kader yang Jadi Presiden, Kita Jaga Etika dan Kehormatannya

    PDI-P Tak Pecat Jokowi, Komarudin Watubun: Kader yang Jadi Presiden, Kita Jaga Etika dan Kehormatannya

    Nasional
    Menko Polhukam: 5.000 Rekening Diblokir Terkait Judi Online, Perputaran Uang Capai Rp 327 Triliun

    Menko Polhukam: 5.000 Rekening Diblokir Terkait Judi Online, Perputaran Uang Capai Rp 327 Triliun

    Nasional
    Golkar Sebut Pembicaraan Komposisi Menteri Akan Kian Intensif Pasca-putusan MK

    Golkar Sebut Pembicaraan Komposisi Menteri Akan Kian Intensif Pasca-putusan MK

    Nasional
    KPU: Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada Serentak 2024

    KPU: Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada Serentak 2024

    Nasional
    Pasca-Putusan MK, Zulhas Ajak Semua Pihak Bersatu Wujudkan Indonesia jadi Negara Maju

    Pasca-Putusan MK, Zulhas Ajak Semua Pihak Bersatu Wujudkan Indonesia jadi Negara Maju

    Nasional
    Temui Prabowo di Kertanegara, Waketum Nasdem: Silaturahmi, Tak Ada Pembicaraan Politik

    Temui Prabowo di Kertanegara, Waketum Nasdem: Silaturahmi, Tak Ada Pembicaraan Politik

    Nasional
    Momen Lebaran, Dompet Dhuafa dan Duha Muslimwear Bagikan Kado untuk Anak Yatim dan Duafa

    Momen Lebaran, Dompet Dhuafa dan Duha Muslimwear Bagikan Kado untuk Anak Yatim dan Duafa

    Nasional
    Deputi KPK Minta Prabowo-Gibran Tak Berikan Nama Calon Menteri untuk 'Distabilo' seperti Era Awal Jokowi

    Deputi KPK Minta Prabowo-Gibran Tak Berikan Nama Calon Menteri untuk "Distabilo" seperti Era Awal Jokowi

    Nasional
    Usul Revisi UU Pemilu, Anggota DPR: Selama Ini Pejabat Pengaruhi Pilihan Warga Pakai Fasilitas Negara

    Usul Revisi UU Pemilu, Anggota DPR: Selama Ini Pejabat Pengaruhi Pilihan Warga Pakai Fasilitas Negara

    Nasional
    KPU Mulai Rancang Aturan Pemutakhiran Daftar Pemilih Pilkada 2024

    KPU Mulai Rancang Aturan Pemutakhiran Daftar Pemilih Pilkada 2024

    Nasional
    Waketum Nasdem Ahmad Ali Datangi Rumah Prabowo di Kertanegara

    Waketum Nasdem Ahmad Ali Datangi Rumah Prabowo di Kertanegara

    Nasional
    Sebut Hak Angket Masih Relevan Pasca-Putusan MK, PDI-P: DPR Jangan Cuci Tangan

    Sebut Hak Angket Masih Relevan Pasca-Putusan MK, PDI-P: DPR Jangan Cuci Tangan

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com