JAKARTA, KOMPAS.com — Ancaman terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia atau NKRI kini tidak hanya berasal dari negara-negara di luar, tetapi ancaman itu justru datang dari dalam negara. Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD melihat hal ini sebagai suatu tanda bahaya bagi NKRI.
"Saya menyebut kondisi negara saat ini dalam bahaya. Kalau di konstitusi ada tanda-tanda negara bahaya dalam arti serangan negara lain. Namun, sekarang lebih bahaya lagi karena telah terjadi penggerogotan hingga pembusukan dari dalam negara ini," ujar Mahfud, Kamis (2/6/2011) seusai melakukan pertemuan dengan Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsudin di kantor Muhammadiyah, Jakarta.
Penyebutan negara dalam kondisi bahaya ini, diakui Mahfud, bukan tanpa dasar karena saat ini praktik korupsi kian mengerikan dan merajalela. Ia membandingkan pada masa Orde Baru, korupsi dilakukan dengan menggalakkan aksi monopoli terhadap suatu perusahaan tertentu yang memiliki kedekatan dengan penguasa.
"Namun, sekarang yang dimakan adalah APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara). Melalui kolusi-kolusi politik, anggaran negara disandera," ujar Mahfud.
Selain itu, aksi saling menyandera dalam jerat praktik korupsi juga kerap terjadi. Mahfud menganalogikan kondisi korupsi negeri ini layaknya sebuah ludruk dari Jawa Timur, yakni Kartolo.
"Di dalam ludruk itu diceritakan bagaimana pencuri yang mencuri harta orang lain membuat pesta dengan mengundang orang-orang yang hartanya dicuri tadi. Saat orang-orang itu menuduh sang pencuri maling, maling itu pintar, bilang kalau uang curian juga dimakan bersama saat pesta. Jadinya, tidak ada tindakan apa-apa karena uang dimakan bersama. Inilah kondisi yang terjadi," tutur Mahfud.
Dia pun menyoroti penegakan hukum yang masih lemah di negeri ini. Hukum, menurut Mahfud, masih kalah dengan lobi-lobi politik yang membuat masalah hukum itu kemudian macet di tengah jalan.
"Begitu ada satu kasus, kasus lain dinaikkan sehingga kita lupa pada kasus sebelumnya. Permainan inilah yang sekarang terjadi," tutur Mahfud.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.