Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Digerogoti dari Dalam, NKRI dalam Bahaya

Kompas.com - 02/06/2011, 17:47 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Ancaman terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia  atau NKRI kini tidak hanya berasal dari negara-negara di luar, tetapi ancaman itu justru datang dari dalam negara. Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD melihat hal ini sebagai suatu tanda bahaya bagi NKRI.

"Saya menyebut kondisi negara saat ini dalam bahaya. Kalau di konstitusi ada tanda-tanda negara bahaya dalam arti serangan negara lain. Namun, sekarang lebih bahaya lagi karena telah terjadi penggerogotan hingga pembusukan dari dalam negara ini," ujar Mahfud, Kamis (2/6/2011) seusai melakukan pertemuan dengan Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsudin di kantor Muhammadiyah, Jakarta.

Penyebutan negara dalam kondisi bahaya ini, diakui Mahfud, bukan tanpa dasar karena saat ini praktik korupsi kian mengerikan dan merajalela. Ia membandingkan pada masa Orde Baru, korupsi dilakukan dengan menggalakkan aksi monopoli terhadap suatu perusahaan tertentu yang memiliki kedekatan dengan penguasa.

"Namun, sekarang yang dimakan adalah APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara). Melalui kolusi-kolusi politik, anggaran negara disandera," ujar Mahfud.

Selain itu, aksi saling menyandera dalam jerat praktik korupsi juga kerap terjadi. Mahfud menganalogikan kondisi korupsi negeri ini layaknya sebuah ludruk dari Jawa Timur, yakni Kartolo.

"Di dalam ludruk itu diceritakan bagaimana pencuri yang mencuri harta orang lain membuat pesta dengan mengundang orang-orang yang hartanya dicuri tadi. Saat orang-orang itu menuduh sang pencuri maling, maling itu pintar, bilang kalau uang curian juga dimakan bersama saat pesta. Jadinya, tidak ada tindakan apa-apa karena uang dimakan bersama. Inilah kondisi yang terjadi," tutur Mahfud.

Dia pun menyoroti penegakan hukum yang masih lemah di negeri ini. Hukum, menurut Mahfud, masih kalah dengan lobi-lobi politik yang membuat masalah hukum itu kemudian macet di tengah jalan.

"Begitu ada satu kasus, kasus lain dinaikkan sehingga kita lupa pada kasus sebelumnya. Permainan inilah yang sekarang terjadi," tutur Mahfud.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Nasional
BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

Nasional
Terungkap di Sidang, Biaya Ultah Cucu SYL Di-“reimburse” ke Kementan

Terungkap di Sidang, Biaya Ultah Cucu SYL Di-“reimburse” ke Kementan

Nasional
Tanggapi Jokowi, Djarot PDI-P: Konstitusi Dilanggar dan Direkayasa, Kekaderannya Patut Diragukan

Tanggapi Jokowi, Djarot PDI-P: Konstitusi Dilanggar dan Direkayasa, Kekaderannya Patut Diragukan

Nasional
Polri Akan Gelar Operasi Puri Agung 2024, Kawal World Water Forum Ke-10 di Bali

Polri Akan Gelar Operasi Puri Agung 2024, Kawal World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Prabowo Guncangkan Badan Surya Paloh, Sama seperti Anies Kemarin

Prabowo Guncangkan Badan Surya Paloh, Sama seperti Anies Kemarin

Nasional
Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Divonis 3 Tahun Bui

Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Divonis 3 Tahun Bui

Nasional
Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

Nasional
Jalankan Amanah Donatur, Dompet Dhuafa Berbagi Parsel Ramadhan untuk Warga Palestina

Jalankan Amanah Donatur, Dompet Dhuafa Berbagi Parsel Ramadhan untuk Warga Palestina

Nasional
Wapres Sebut Target Penurunan 'Stunting' Akan Dievaluasi

Wapres Sebut Target Penurunan "Stunting" Akan Dievaluasi

Nasional
Persilakan Golkar Tampung Jokowi dan Gibran, PDI-P: Kami Bukan Partai Elektoral

Persilakan Golkar Tampung Jokowi dan Gibran, PDI-P: Kami Bukan Partai Elektoral

Nasional
Dana Pensiun Bukit Asam Targetkan 4 Langkah Penyehatan dan Penguatan pada 2024

Dana Pensiun Bukit Asam Targetkan 4 Langkah Penyehatan dan Penguatan pada 2024

Nasional
Di Depan Wiranto-Hendropriyono, Prabowo Minta Maaf Pernah Nakal: Bikin Repot Senior...

Di Depan Wiranto-Hendropriyono, Prabowo Minta Maaf Pernah Nakal: Bikin Repot Senior...

Nasional
Albertina Dilaporkan Wakil Ketua KPK, Ketua Dewas: Apa yang Salah? Ada Surat Tugas

Albertina Dilaporkan Wakil Ketua KPK, Ketua Dewas: Apa yang Salah? Ada Surat Tugas

Nasional
Polri Terbitkan Red Notice 2 Buron TPPO Bermodus Magang ke Jerman

Polri Terbitkan Red Notice 2 Buron TPPO Bermodus Magang ke Jerman

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com