Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kemkominfo Selidiki SMS "Fitnah"

Kompas.com - 01/06/2011, 10:35 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring mengatakan, kementeriannya dan pihak kepolisian tengah menyelidiki SMS gelap yang mendiskreditkan Partai Demokrat dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Tifatul mengatakan, SMS tersebut diduga memang dikirim dengan menggunakan nomor telepon Singapura.

"Kita akan coba teliti sumbernya dari mana. Tim saat ini sedang bekerja untuk melihat itu semua," kata Tifatul kepada para wartawan di sela-sela Peringatan Pidato Bung Karno 1 Juni 1945 di Gedung MPR, Jakarta, Rabu (1/6/2011).

Tifatul mengatakan, pemerintah senantiasa melakukan penelusuran terhadap pengirim SMS gelap yang berisi penghinaan. Setiap hari, sambungnya, Kemkominfo menerima banyak laporan dari masyarakat. Ketika ditanya bagaimana cara pemerintah melacak pengirim SMS tersebut, Tifatul enggan menjelaskannya.

"Caranya ada, tapi tidak bisa dijelaskan," katanya singkat.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sendiri secara khusus menggelar jumpa pers pada Senin lalu untuk menanggapi SMS yang disebutnya sebagai fitnah. Ia meminta agar budaya memfitnah tidak diteruskan. Kemajuan teknologi informasi di Indonesia seharusnya digunakan untuk mencerdaskan bangsa, bukan untuk menyebarluaskan fitnah. Ia mengaku menjadi korban fitnah.

Presiden mengingatkan, teknologi informasi itu seharusnya untuk meningkatkan kehidupan dan mencerdaskan bangsa. Teknologi informasi media dalam jaringan bukan justru dipakai untuk menyebarkan fitnah, pembunuhan karakter, dan caci maki kepada siapa pun di negeri ini. Presiden mengakui, banyak orang di Indonesia menjadi korban fitnah, termasuk dirinya.

"Selama lebih dari enam tahun mengemban amanat memimpin negara dan pemerintahan ini melalui proses pemilu yang sah dan demokratis, saya kira ratusan fitnah datang kepada saya. Satu-dua kali manakala fitnah itu sungguh keterlaluan, demi nama baik, kebenaran, dan keadilan, dan merupakan hak, saya perlu menyampaikan penjelasan kepada rakyat," ujarnya.

Fitnah yang disebarkan termasuk kabar bahwa Partai Demokrat memiliki tabungan sebesar Rp 47 triliun. Ia mengakui, pada masa silam, saat belum ada kebebasan berbicara dan kebebasan pers serta terdapat ancaman tindakan represif dari pemerintah, orang takut menyampaikan segala sesuatu secara terbuka. "Saat ini tersedia banyak media yang menyerang, mendiskreditkan. Itu sah, silakan. Itu freedom of speech, freedom of the press, tetapi kalau mencemarkan nama baik, siap mempertanggungjawabkan. Begitu hakikat Indonesia sebagai negara hukum dan negara keadilan," kata Yudhoyono.

Presiden pun meminta rakyat berupaya agar Indonesia menjadi bangsa beradab. "Janganlah negeri dan Tanah Air ini menjadi tanah dan lautan fitnah. Mari kita bangun kehidupan masyarakat yang baik, kehidupan yang bermoral, beretika, beradab, dan segalanya dipertanggungjawabkan, kesatria, dan tak menjadi pengecut. Dengan demikian, rakyat akan tahu mana yang benar, mana yang bohong," ucapnya.

Pesan singkat yang dikirimkan oleh orang yang mengatasnamakan Nazaruddin itu beredar akhir pekan lalu dengan isi mendiskreditkan Presiden. Namun, Nazaruddin membantah hal itu. Pada SMS tersebut juga dicantumkan ancaman akan dibukanya berbagai kasus terkait politisi Partai Demokrat, termasuk kasus Bank Century.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Yusril Sebut Kekalahan Prabowo di Aceh Mentahkan Dugaan Cawe-cawe PJ Kepala Daerah

    Yusril Sebut Kekalahan Prabowo di Aceh Mentahkan Dugaan Cawe-cawe PJ Kepala Daerah

    Nasional
    Kejagung Kembali Sita Mobil Milik Harvey Moeis, Kini Lexus dan Vellfire

    Kejagung Kembali Sita Mobil Milik Harvey Moeis, Kini Lexus dan Vellfire

    Nasional
    Yusril Harap 'Amicus Curiae' Megawati Tak Dianggap Tekanan Politik ke MK

    Yusril Harap "Amicus Curiae" Megawati Tak Dianggap Tekanan Politik ke MK

    Nasional
    Soal Peluang Rekonsiliasi, PDI-P: Kami Belum Bisa Menerima Perlakuan Pak Jokowi dan Keluarga

    Soal Peluang Rekonsiliasi, PDI-P: Kami Belum Bisa Menerima Perlakuan Pak Jokowi dan Keluarga

    Nasional
    IKN Teken Kerja Sama Pembangunan Kota dengan Kota Brasilia

    IKN Teken Kerja Sama Pembangunan Kota dengan Kota Brasilia

    Nasional
    Yusril Sebut 'Amicus Curiae' Megawati Harusnya Tak Pengaruhi Putusan Hakim

    Yusril Sebut "Amicus Curiae" Megawati Harusnya Tak Pengaruhi Putusan Hakim

    Nasional
    ICW Dorong Polda Metro Dalami Indikasi Firli Bahuri Minta Rp 50 M Ke SYL

    ICW Dorong Polda Metro Dalami Indikasi Firli Bahuri Minta Rp 50 M Ke SYL

    Nasional
    Sertijab 4 Jabatan Strategis TNI: Marsda Khairil Lubis Resmi Jabat Pangkogabwilhan II

    Sertijab 4 Jabatan Strategis TNI: Marsda Khairil Lubis Resmi Jabat Pangkogabwilhan II

    Nasional
    Hasto Beri Syarat Pertemuan Jokowi-Megawati, Relawan Joman: Sinisme Politik

    Hasto Beri Syarat Pertemuan Jokowi-Megawati, Relawan Joman: Sinisme Politik

    Nasional
    Menerka Nasib 'Amicus Curiae' di Tangan Hakim MK

    Menerka Nasib "Amicus Curiae" di Tangan Hakim MK

    Nasional
    Sudirman Said Akui Partai Koalisi Perubahan Tak Solid Lagi

    Sudirman Said Akui Partai Koalisi Perubahan Tak Solid Lagi

    Nasional
    Puncak Perayaan HUT Ke-78 TNI AU Akan Digelar di Yogyakarta

    Puncak Perayaan HUT Ke-78 TNI AU Akan Digelar di Yogyakarta

    Nasional
    Jelang Putusan Sengketa Pilpres, Sudirman Said Berharap MK Penuhi Rasa Keadilan

    Jelang Putusan Sengketa Pilpres, Sudirman Said Berharap MK Penuhi Rasa Keadilan

    Nasional
    Sejauh Mana 'Amicus Curiae' Berpengaruh pada Putusan? Ini Kata MK

    Sejauh Mana "Amicus Curiae" Berpengaruh pada Putusan? Ini Kata MK

    Nasional
    Alasan Prabowo Larang Pendukungnya Aksi Damai di Depan MK

    Alasan Prabowo Larang Pendukungnya Aksi Damai di Depan MK

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com