JAKARTA, KOMPAS.com — Presiden kelima Megawati Soekarnoputri memuji langkah Komisi Pemberantasan Korupsi yang menetapkan Nunun Nurbaeti sebagai tersangka pada dugaan suap cek perjalanan pada pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia tahun 2004.
Megawati, yang juga Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, mengatakan hal itu sebagai kemajuan. "Menurut saya, itu suatu kemajuan. Sejak awal saya selalu mempertanyakan, kalau ada asap, mestinya ada api," kata Mega seusai memberikan pidato kunci pada Seminar Nasional "Menuju Kemandirian Energi Nasional" di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (31/5/2011).
Megawati meminta agar penegak hukum tak melakukan tebang pilih dalam menuntaskan kasus dugaan korupsi tersebut. Semua pihak yang diduga terlibat dalam kasus tersebut, sambung Mega, harus dimintai keterangan. Sebelumnya, Kamis (26/5/2011), Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia mencabut paspor Nunun Nurbaeti setelah menerima surat permintaan dari KPK. Hal itu menyusul penetapan Nunun sebagai tersangka dalam kasus tersebut pada Februari 2011.
"Surat ditujukan kepada Direktur Jenderal Imigrasi dan ditandatangani Pak Busyro (Busyro Muqoddas, Ketua KPK). Dirjen Imigrasi segera berkoordinasi dengan perwakilan Indonesia di luar negeri, terutama di negara-negara yang diduga menjadi tempat tinggal Ibu Nunun," ujar Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar, Kamis (26/5) di Kantor Presiden, Jakarta.
Nunun, istri mantan Wakil Kepala Polri yang kini anggota DPR, Adang Daradjatun, merupakan tersangka kasus suap cek perjalanan pemilihan Deputi Gubernur Senior BI 2004 yang dimenangi Miranda S Goeltom. Seandainya Nunun berada di Singapura yang tidak memiliki perjanjian ekstradisi dengan Indonesia, kata Patrialis, upaya menjemput Nunun tetap bisa dilakukan.
"Walaupun tidak ada perjanjian ekstradisi, komunikasi di antara pemerintah kedua negara terus dilakukan sehingga bisa dijalin kerja sama," ujarnya. Menurut Patrialis, ketika paspor seseorang dicabut, orang tersebut tidak punya izin lagi untuk tinggal di suatu negara asing. "Ia pun tidak bisa ke mana-mana," ucapnya.
Ketua KPK Busyro Muqoddas secara terpisah mengatakan, tidak sulit untuk memulangkan Nunun ke Indonesia. "Tidak ada kesulitan," ungkap Busyro, Kamis, saat ditanya kesulitan KPK untuk memulangkan Nunun yang diduga berada di Singapura.
Busyro menjelaskan, KPK sudah mengirim surat pencabutan paspor Nunun kepada Kementerian Hukum dan HAM. "Sudah, kemarin. Sudah kami cek sekretaris dan sudah dikirim. Pasti itu cepat karena saya sudah tanda tangan," katanya, Kamis. Ditanya soal keberadaan Nunun, Busyro mengatakan, KPK mengetahui dia berada di Singapura.
"Ya, diketahui di Singapura itu. Soal kemudian ke tempat lain, kami belum tahu," ujarnya. Menyangkut tidak ada perjanjian ekstradisi dengan Singapura, lanjutnya, KPK akan mengupayakan cara lain.
"Nanti kami lakukan pendekatan diplomasi," katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.