Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nazaruddin dan Angelina Tak Terlibat

Kompas.com - 12/05/2011, 16:56 WIB
Hindra Liu

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Kendati proses penyelidikan dan penyidikan masih berjalan, anggota Dewan Pembina Partai Demokrat, Syarif Hassan, menegaskan bahwa Bendahara Umum M Nazaruddin dan anggota Komisi X, Angelina Sondakh, yang juga kader Partai Demokrat, tak terlibat dalam kasus dugaan suap wisma atlet SEA Games 2011.

Hal ini disampaikan Syarif, yang juga Menteri Koperasi dan UKM, kepada para wartawan di Kantor Presiden, Jakarta, Jumat (12/5/2011). "Menurut informasi investigasi intern fraksi (PD), tidak ada keterlibatan dan bukti kuat dari kedua orang itu," katanya.

Pada kesempatan tersebut, Syarif mengatakan, fraksi telah meminta keterangan dari Nazarudin. Sementara itu, Angie, demikian Angelina biasa disapa, belum dimintai keterangan. Syarif juga mengatakan, kasus dugaan suap ini telah dibicarakan di internal partai.

Syarif juga mengatakan, semua kader PD mendukung sikap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yang juga Ketua Dewan Pembina PD, yang mendorong penuntasan kasus tersebut dan tidak boleh ada tebang pilih dalam penegakan hukum meski kasusnya terkait dengan kader Demokrat atau siapa saja yang berada di jajaran pemerintahan yang dipimpinnya.

"KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) silakan melaksanakan tugasnya. Tugas itu dilaksanakan dengan transparan dan akuntabel sehingga masyarakat juga dapat mengikuti kebenarannya," kata Yudhoyono.

Nazaruddin disebut-sebut sebagai atasan Mindo Rosalina Manulang yang ditangkap KPK bersama dengan Wafid dan Manajer PT Duta Graha Indah (DGI) Mohammad El Idris di Kantor Sekretaris Menpora, 21 April lalu. Menurut Nazaruddin, ia tidak mengenal Mindo. Mindo di Kantor KPK, Jakarta, Rabu, juga menegaskan, kepergiannya bersama Idris bertemu Wafid bukan karena diminta Nazaruddin.

Berdasarkan data yang diperoleh Kompas, Nazaruddin adalah Komisaris PT Anak Negeri. Ia melepas jabatan itu pada Juni 2009. Mindo adalah Direktur Marketing PT Anak Negeri sejak Juni 2009. Dewan Kehormatan, Menurut Yudhoyono, dalam penegakan hukum tak boleh ada diskriminasi. Siapa pun yang bersalah harus diproses secara hukum. Partai Demokrat juga tidak akan dan tak boleh melindungi kadernya yang diduga terkait perkara korupsi.

"Partai Demokrat tak akan mencampuri dan tidak boleh melindungi. Hal ini demi keadilan," ujarnya. Ia menyampaikan, partainya akan menunggu sampai ada putusan hukum. Jika orang itu anggota DPR dan dinyatakan bersalah, ia dapat diberhentikan.

"Pergantian antarwaktu dapat dilakukan," ujar Yudhoyono. Sanksi kode etik, kata Yudhoyono, juga akan diberikan apabila kader itu dinilai melanggar kode etik. Dewan Kehormatan Partai Demokrat pun kini sedang bekerja untuk mengambil keputusan yang tepat.

Di sisi lain, Yudhoyono meminta supaya semua pihak tetap mengedepankan asas praduga tak bersalah. Jika sudah terbukti bersalah, yang bersangkutan baru bisa dijatuhi sanksi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

    Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

    Nasional
    PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

    PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

    Nasional
    Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

    Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

    Nasional
    Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

    Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

    Nasional
    Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

    Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

    Nasional
    MK Bakal Unggah Dokumen 'Amicus Curiae' agar Bisa Diakses Publik

    MK Bakal Unggah Dokumen "Amicus Curiae" agar Bisa Diakses Publik

    Nasional
    PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

    PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

    Nasional
    Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

    Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

    Nasional
    MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

    MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

    Nasional
    Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

    Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

    Nasional
    Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

    Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

    Nasional
    Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

    Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

    Nasional
    Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

    Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

    Nasional
    FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

    FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

    Nasional
    Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

    Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com