Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PBNU: Perakit Bom Buku Orang-orang Lama

Kompas.com - 20/03/2011, 16:46 WIB

MADIUN, KOMPAS.com - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Said Aqil Siradj mengemukakan, maraknya teror paket bom yang terjadi belakangan ini salah satunya disebabkan oleh kelengahan aparat keamanan, khususnya polisi , dalam mengantisipasi aktivitas kelompok teroris. Ia mengingatkan perlunya meningkatkan kewaspadaan mengingat kemungkinan teror bom yang lebih besar bisa terjadi.

Pernyataan itu disampaikan Said menanggapi banyaknya teror paket bom yang terjadi di wilayah Jakarta dan sekitarnya. Ketua Koordinator Badan Nasional Penanggulangan Teroris dan Deradikalisasi itu mengatakan aparat kemanan kita lengah ketika para teroris vakum dari kegiatannya. Akibatnya, para teroris ini menjadi lebih leluasa melaksanakan aksinya.

"Kenapa kemarin dalam masa vakum polisi lengah. Sekarang masih low eksplosive (berdaya ledak rendah), bom kecil, hanya melukai tidak membunuh. Tapi jangan lengah, tidak menutup kemungkinan mereka mengirim bom besar," katanya, Minggu (20/3/2011) disela-sela kunjungannya di Madiun, Jawa Timur.

Sementara itu, untuk meminimalisir gerakan terorisme di tanah air, Said berharap aparat kepolisian, intelijen dan Tentara Nasional Indonesia memfokuskan perhatiannya. Apalagi berdasarkan informasi yang ia terima, masih ada puluhan paket bom yang siap diantar ke lokasi masing-masing sesuai target yang ditetapkan oleh kelompok teroris. "Kalau polisi gagal jelas memalukan," ujarnya.

Sebagai ketua koordinator BNPTD, Said menengarai, pelaku teror paket bom yang terjadi di Jakarta dan sekitarnya itu adalah para pemain lama dan bukan pemain baru. Kalau pun ada yang baru adalah lokasi atau target peledakan, taktik atau modus yang digunakan serta kurir yang membawa bom tersebut. Adapun perakitnya tetap orang-orang lama.

Para pelaku teror bom di tanah air ini, menurut Said, memiliki jaringan yang kuat dengan kelompok teroris internasional Al Qaedah. Sebagai negara berkembang, Indonesia masih menjadi target gerakan-gerakan terorisme jaringan internasional yang mengatasnamakan kelompok Islam tersebut.  

Sebagai seorang muslim yang juga ketua organisasi Islam terbesar di tanah air, Said sangat menyayangkan sikap teroris yang mengatasnamakan agama. Alasannya, Islam tidak pernah mengajarkan kekerasan dalam menghadapi suatu masalah.

Karena alasan itu pula, ia menyerukan kepada warganya untuk memerangi para teroris sekalipun mereka ini juga kaum muslim. Dasarnya adalah para teroris ini melawan pemimpin yang sah. Apalagi mereka berniat menghancurkan Negara Kesatuan RI yang dulu turut dibangun oleh Nahdlatul Ulama.

Seruan memerangi tindakan terorisme bagi warga NU semakin kuat karena teladan yang diberikan oleh para pendahulu. Said mencontohkan, ketika sekelompok pemeluk agama Islam menginginkan mendirikan Negara Islam, saat itu Darul Islam (DI), para ulama NU berjuang mati-matian mempertahankan NKRI. Alasannya bentuk negara yang disepakati bersama sebelumnya adalah NKRI bukan Negara Islam.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Erupsi Gunung Ruang, TNI AL Kerahkan KRI Kakap-811 dan 400 Prajurit untuk Bantuan Kemanusiaan

    Erupsi Gunung Ruang, TNI AL Kerahkan KRI Kakap-811 dan 400 Prajurit untuk Bantuan Kemanusiaan

    Nasional
    Pertemuan Prabowo dan Menlu China Berlangsung Tertutup di Kemenhan

    Pertemuan Prabowo dan Menlu China Berlangsung Tertutup di Kemenhan

    Nasional
    Menlu Retno Telepon Menlu Hongaria Bahas soal Iran-Israel

    Menlu Retno Telepon Menlu Hongaria Bahas soal Iran-Israel

    Nasional
    Bahlil Ungkap UEA Minat Investasi Panel Surya di IKN

    Bahlil Ungkap UEA Minat Investasi Panel Surya di IKN

    Nasional
    Petugas 'Ad Hoc' Pilkada Akan Beda dengan Pilpres, KPU Buka Rekrutmen Lagi

    Petugas "Ad Hoc" Pilkada Akan Beda dengan Pilpres, KPU Buka Rekrutmen Lagi

    Nasional
    Bertemu Hampir 2 Jam, Jokowi dan Tony Blair Bahas Investasi Energi di IKN

    Bertemu Hampir 2 Jam, Jokowi dan Tony Blair Bahas Investasi Energi di IKN

    Nasional
    Firli Disebut Minta Rp 50 Miliar ke SYL, Pengacara: Fitnah!

    Firli Disebut Minta Rp 50 Miliar ke SYL, Pengacara: Fitnah!

    Nasional
    Nasib Putusan Sengketa Pilpres 2024 jika Komposisi Hakim Menolak dan Mengabulkan Imbang

    Nasib Putusan Sengketa Pilpres 2024 jika Komposisi Hakim Menolak dan Mengabulkan Imbang

    Nasional
    KPK Periksa Anggota DPR Ihsan Yunus Jadi Saksi Pengadaan APD Covid-19

    KPK Periksa Anggota DPR Ihsan Yunus Jadi Saksi Pengadaan APD Covid-19

    Nasional
    Jokowi dan Megawati Saling Memunggungi

    Jokowi dan Megawati Saling Memunggungi

    Nasional
    Soal Resolusi Gencatan Senjata di Gaza, Menlu China Sebut AS Pakai Hukum Internasional Sesuai Keinginannya Saja

    Soal Resolusi Gencatan Senjata di Gaza, Menlu China Sebut AS Pakai Hukum Internasional Sesuai Keinginannya Saja

    Nasional
    Indonesia dan China Akan Bahas Kelanjutan Proyek Kereta Cepat, Luhut Kembali Terlibat

    Indonesia dan China Akan Bahas Kelanjutan Proyek Kereta Cepat, Luhut Kembali Terlibat

    Nasional
    KPU Siap Laksanakan Apa Pun Putusan MK soal Sengketa Pilpres 2024

    KPU Siap Laksanakan Apa Pun Putusan MK soal Sengketa Pilpres 2024

    Nasional
    KPU Tegaskan Caleg Terpilih Wajib Mundur jika Maju Pilkada 2024

    KPU Tegaskan Caleg Terpilih Wajib Mundur jika Maju Pilkada 2024

    Nasional
    Megawati Kirim 'Amicus Curiae' ke MK, KPU: Itu Bukan Alat Bukti

    Megawati Kirim "Amicus Curiae" ke MK, KPU: Itu Bukan Alat Bukti

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com