Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Surat Penangguhan Penahanan Dikirim Hari Ini

Kompas.com - 02/11/2009, 05:29 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com-Kuasa hukum dua unsur pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (nonaktif), Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah, akan menyampaikan surat keberatan penahanan kepada kepolisian. Jika surat itu tak direspons, mereka berencana mempraperadilankan polisi.

”Surat penangguhan penahanan ini kami kirimkan Senin (2/11) atau paling lambat Selasa (3/11). Sampai saat ini kami belum mau menandatangani berita acara penahanan. Kami menilai penahanan itu mengada-ada,” kata Taufik Basari, salah seorang kuasa hukum Bibit dan Chandra, di Jakarta, Minggu.

Bambang Widjojanto, kuasa hukum lainnya, mengatakan, polisi memang memiliki kewenangan menahan orang. ”Penahanan bukan hak, tetapi kewenangan. Aneh jika mereka mengatakan hak. Itu arogansi,” katanya.

Bambang menambahkan, alasan subyektif penahanan patut dipertanyakan. Selama ini kliennya sangat kooperatif terhadap penyidik dengan selalu datang wajib lapor sesuai dengan jadwal. ”Jika kemudian alasannya Bibit dan Chandra terlalu banyak bicara dengan pers, bukankah hak untuk berpendapat dijamin oleh undang-undang?” ujarnya.

Bambang menuding penahanan Bibit dan Chandra erat kaitannya dengan keputusan sela di Mahkamah Konstitusi yang meminta KPK membuka bukti rekaman. ”Polisi menekan dengan menahan Bibit dan Chandra,” kata Bambang.

Konstruksi sangkaan

Taufik Basari mengatakan, hingga saat ini penyidik bersikukuh untuk membangun konstruksi sangkaannya berdasarkan tindak pidana pemerasan. Padahal, dari jalan cerita yang menjadi dasar polisi melakukan penyidikan, justru kasusnya terlihat sebagai penyuapan.

”Pertanyaannya, mengapa bukan penyuapan? Jika penyuapan, seharusnya orang yang telah melaksanakan perbuatan awal memberikan uang dengan maksud menyuap dijadikan tersangka juga. Namun, kenyataannya tidak ada tersangka penyuapnya dalam perkara ini,” katanya.

Secara terpisah, ahli hukum tata negara Irman Putra Sidin meminta Presiden mengingatkan Kepala Kepolisian Negara RI (Polri) agar tidak memaksakan penerapan suatu pasal pidana. Pemaksaan penerapan pasal pidana, terkait penyalahgunaan wewenang, dapat menjadi bumerang bagi para pemegang kekuasaan tanpa kecuali.

Menurut Irman, ”mengingatkan” berbeda dengan ”intervensi”. Undang-Undang Kepolisian memungkinkan hal tersebut karena Kepala Polri masih bertanggung jawab kepada presiden. Di bagian penjelasan, presiden memang dilarang mengintervensi karena bisa merendahkan tugas kepolisian.

”Tetapi, ini bukan intervensi, hanya mengingatkan untuk tidak memaksakan penerapan pasal pidana,” kata Irman. (ANA/SF/AIK)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PAN Yakin Prabowo-Gibran Bakal Bangun Kabinet Zaken

PAN Yakin Prabowo-Gibran Bakal Bangun Kabinet Zaken

Nasional
Puan Lantik 3 Srikandi Anggota PAW dari Fraksi P-Nasdem, PPP, dan PKB

Puan Lantik 3 Srikandi Anggota PAW dari Fraksi P-Nasdem, PPP, dan PKB

Nasional
Jokowi Gelar Bukber di Istana, Wapres Singgung soal Kendalikan Nafsu Saat Berikan Tausiyah

Jokowi Gelar Bukber di Istana, Wapres Singgung soal Kendalikan Nafsu Saat Berikan Tausiyah

Nasional
Misi Kemanusiaan di Palestina, Fadli Zon Harap Kerja Sama Lembaga Zakat Indonesia-UNRWA Segera Dibentuk

Misi Kemanusiaan di Palestina, Fadli Zon Harap Kerja Sama Lembaga Zakat Indonesia-UNRWA Segera Dibentuk

Nasional
Soal Pemilu Ulang Bisa Timbulkan Krisis, Kubu Ganjar-Mahfud: Alasan Mengada-ada

Soal Pemilu Ulang Bisa Timbulkan Krisis, Kubu Ganjar-Mahfud: Alasan Mengada-ada

Nasional
DPR Setujui Perpanjangan Waktu Pembahasan RUU KIA, Puan Ungkap Alasannya

DPR Setujui Perpanjangan Waktu Pembahasan RUU KIA, Puan Ungkap Alasannya

Nasional
Arus Mudik Lebaran 2024 Diperkirakan Melonjak, Komisi V DPR Minta Kemenhub Serius Siapkan Kelaikan Angkutan Umum

Arus Mudik Lebaran 2024 Diperkirakan Melonjak, Komisi V DPR Minta Kemenhub Serius Siapkan Kelaikan Angkutan Umum

Nasional
Yakin MK Tolak Gugatan Anies dan Ganjar, TKN: Gugatannya Tidak Masuk Akal

Yakin MK Tolak Gugatan Anies dan Ganjar, TKN: Gugatannya Tidak Masuk Akal

Nasional
Kemenko Polhukam Identifikasi 1.900 Mahasiswa Jadi Korban TPPO Bermodus 'Ferienjob' di Jerman

Kemenko Polhukam Identifikasi 1.900 Mahasiswa Jadi Korban TPPO Bermodus "Ferienjob" di Jerman

Nasional
Lewat Telepon, Putra Mahkota Abu Dhabi Ucapkan Selamat ke Gibran

Lewat Telepon, Putra Mahkota Abu Dhabi Ucapkan Selamat ke Gibran

Nasional
Cerita soal Saham Freeport, Jokowi: Seperti Tak Ada yang Dukung, Malah Sebagian Mem-'bully'

Cerita soal Saham Freeport, Jokowi: Seperti Tak Ada yang Dukung, Malah Sebagian Mem-"bully"

Nasional
Akui Negosiasi Alot, Jokowi Yakin Indonesia Bisa Dapatkan 61 Persen Saham Freeport

Akui Negosiasi Alot, Jokowi Yakin Indonesia Bisa Dapatkan 61 Persen Saham Freeport

Nasional
Kubu Ganjar-Mahfud Tolak Gugatan ke MK Disebut Salah Alamat oleh KPU

Kubu Ganjar-Mahfud Tolak Gugatan ke MK Disebut Salah Alamat oleh KPU

Nasional
Jokowi Gelar Buka Puasa di Istana, 2 Menteri PDI-P Tak Tampak

Jokowi Gelar Buka Puasa di Istana, 2 Menteri PDI-P Tak Tampak

Nasional
Polisi Tangkap 5 Tersangka Pengoplos BBM Pertalite Jadi Pertamax

Polisi Tangkap 5 Tersangka Pengoplos BBM Pertalite Jadi Pertamax

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com