JAKARTA, KOMPAS.com-Anggota Dewan Pertimbangan Presiden, Adnan Buyung Nasution mengingatkan Mahkamah Konstitusi (MK) untuk tidak menyerahkan dokumen berupa rekaman dan transkrip yang disebut-sebut berisi rekayasa kasus Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah kepada kepolisian.
Seperti Adnan Buyung, mantan Ketua MK Jimly Asshiddiqie juga secara tegas meminta KPK untuk tidak menyerahkan dokumen apa pun kepada polisi. Penyerahan dokumen baru dapat dilakukan jika ada perintah pengadilan.
Hakim MK, Akil Mochtar, memastikan MK akan memutar rekaman percakapan yang dilakukan Anggodo Widjojo dengan sejumlah teman bicaranya dalam sidang terbuka MK pada Selasa besok. ”Itu sudah putusan Mahkamah, tidak boleh ada pihak yang mencoba menghalanginya,” kata Akil kepada Kompas.
Dalam sebuah sidang terbuka, kata Akil, siapa pun boleh mendengarkan apa saja sebenarnya percakapan telepon yang menghebohkan tersebut. Akil pun menegaskan, dengan kekuasaan yang dimilikinya, MK bisa meminta semua dokumen yang terkait dengan perkara yang sedang disidangkan MK.
Di Surabaya, Jawa Timur, Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat Hadi Utomo mengatakan, Presiden Yudhoyono tidak akan pernah ikut campur tangan berkaitan dengan masalah substansi hukum. Namun, kalau ada masalah antarlembaga, Presiden ikut membantu menyelesaikannya.
”Bahkan, Presiden mengatakan, KPK harus tetap dipertahankan. Beliau akan maju pertama kali jika ada siapa pun yang menggagalkan KPK. Kita serahkan kepada aparat hukum yang menangani masalah tersebut,” ucap Hadi.
Keprihatinan daerah
Penahanan Bibit dan Chandra terus menimbulkan berbagai tanggapan keprihatinan di daerah. Direktur Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Zainal Arifin Mochtar menjelaskan, MK harus membuka semua rekaman pembicaraan.
”Akan terlihat bahwa sebenarnya KPK menyadap dalam kaitannya dengan penyelidikan dugaan terjadinya kasus korupsi. Penyadapan ini menjadi halal,” ujar Zainal.
Gubernur Kalimantan Tengah Agustin Teras Narang, yang pernah memimpin Panitia Khusus DPR untuk pembahasan Rancangan Undang-Undang KPK, prihatin atas terjadinya kasus itu.
Menurut Teras, DPR, khususnya Komisi III, sebagai pembuat undang-undang dan pengawas pelaksanaan undang-undang hendaknya segera mengundang dan mempertemukan KPK, kepolisian, dan kejaksaan.
Di Solo, Jawa Tengah, berbagai elemen masyarakat, baik organisasi nonpemerintah, akademisi, maupun advokat, mengecam langkah kepolisian menahan dua unsur pimpinan KPK nonaktif itu. Di Cirebon, Jawa Barat, sejumlah praktisi hukum dan akademisi bertemu di Jalan Tangkuban Perahu untuk memberikan dukungan kepada Bibit dan Chandra.
Di Bandung, puluhan aktivis dan tokoh masyarakat Jawa Barat yang tergabung dalam masyarakat Antikorupsi Jabar, Minggu, menandatangani petisi yang berisi desakan agar Presiden Yudhoyono membuktikan komitmennya untuk menyelamatkan institusi KPK dari rongrongan pihak luar. ”Pada batasan tertentu, Presiden bisa berperan untuk menengahi persoalan yang terjadi antarlembaga negara,” kata Erry Riyana Hardjapamekas, mantan Wakil Ketua KPK yang ikut dalam penandatanganan tersebut.(nit/abk/rek/row/son/ ana/sut/aik/har/bdm)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.