BANDUNG, KOMPAS.com — Para aparat penegak hukum masih memiliki perbedaan persepsi dalam upaya penegakan hukum di bidang hak kekayaan intelektual (HKI) di Indonesia. Akibatnya, keputusan pengadilan yang menyangkut kasus pelanggaran HKI tidak optimal.
Hal tersebut diungkapkan Kepala Bagian Bina Mitra Poltabes Bandung Sutisto kepada pers, seusai menghadiri Kampanye Nasional Tim Nasional Penanggulangan Pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual (PPHKI) Tahap 2 di Bandung, Jawa Barat, Kamis, (29/10).
Kampanye Tim Nasional PPHKI tahap 2 yang menyasar pusat perbelanjaan (mal) dan BUMN ini, seperti tertulis dalam siaran pers Timnas PPHKI, dipimpin oleh Koordinator Administrasi Tim Nasional PPHKI Ansori Sinungan SH, LLM.
Menurut Sutisto, beberapa kali Poltabes Bandung melakukan upaya penegakan hukum terhadap para produsen dan pedagang produk bajakan. Namun, ketika sampai di pengadilan, hukuman yang dijatuhkan hakim tidak maksimal seperti hanya beberapa bulan. "Akibatnya, para pelaku bisa langsung bebas pascakeputusan hakim tersebut karena dipotong masa tahanan," ujarnya.
Padahal, lanjut dia, para aparat di pengadilan seharusnya memberikan hukuman maksimal supaya ada efek jera bagi para pelaku pelanggaran. Pihak kepolisian akan terus bergerak melakukan upaya penegakan hukum. "Namun, kami memerlukan dukungan seperti dari aparat di pengadilan supaya upaya penegakan hukum ini sejalan," ucapnya.
Berdasarkan UU Hak Cipta No 19/2002, hukuman maksimal bagi pelanggaran kasus HKI adalah 5 tahun penjara dan atau denda Rp 500 juta.
Menanggapi persoalan ini, Koordinator Administrasi Tim Nasional PPHKI Ansori Sinungan SH, LLM berpendapat, Tim Nasional akan melakukan koordinasi agar persepsi di kalangan penegak hukum seperti kepolisian dan jaksa/hakim sama. Sebenarnya Tim Nasional bisa melakukan itu karena Tim Nasional PPHKI dipimpin oleh Menko Polhukam dengan para anggota, antara lain, Kapolri dan Jaksa Agung.
"Kami juga sebenarnya sudah memberikan pelatihan dan pendidikan soal HKI kepada para aparat penegak hukum seperti polisi, jaksa, dan hakim. Ini akan terus kami tingkatkan, selain kami akan mengundang para aparat ini semuanya secara bersama-sama supaya masalah perbedaan persepsi ini bisa diatasi," ujar Ansori.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.