Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 19/10/2009, 21:12 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Direktur Eksekutif Pusat Kajian Masyarakat Sipil Global Universitas Indonesia Andi Widjojanto menilai, langkah kebijakan Presiden SBY yang kemungkinan besar menempatkan Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro di posisi menhan menggantikan Juwono Sudarsono merupakan tindakan yang meniru langkah Pemerintah AS.

Pemerintahan AS menempatkan orang berlatar belakang bidang energi di posisi jabatan pemerintahan terkait pertahanan, macam Dick Cheney dan Donald Rumsfeld, yang masing-masing pernah menjabat sebagai petinggi di perusahaan-perusahaan minyak raksasa AS. Hal itu disampaikan Andi, Senin (19/10), saat dihubungi Kompas.

Seperti diwartakan, Purnomo diundang Presiden Yudhoyono ke kediamannya di Cikeas, Bogor, Jawa Barat. Kepada wartawan seusai pertemuan, Purnomo mengatakan dirinya diajak bicara seputar isu pertahanan dan TNI. Dari data Kompas, Purnomo berpengalaman menjadi presiden OPEC untuk Indonesia dan tiga kali menjabat sebagai menteri ESDM di tiga pemerintahan sejak tahun 2000-2009. Dia juga pernah menjabat wakil gubernur Lembaga Pertahanan Nasional (Lemhannas) pada tahun 1998-2000.

Menurut Andi, Baik Cheney maupun Rumsfeld sama-sama berlatar belakang perusahaan minyak besar di AS. "Saya melihat kemungkinan hal itu ditiru supaya Pak Purnomo bisa 'menularkan' kemampuan manajerialnya selama ini ke tubuh TNI," ujar Andi.

Seperti diketahui, Cheney, mantan Wakil Presiden AS di masa pemerintahan Presiden George W Bush, pernah menjabat chief of executive officer (CEO) perusahaan minyak raksasa AS, Halliburton. Adapun Rumsfeld, mantan Menhan AS, juga pernah bekerja di perusahaan minyak AS, Occidental.

Andi menilai, penunjukan Purnomo yang punya latar belakang pengalaman panjang, khususnya di bidang manajerial dan salah satunya dalam menangani perusahaan-perusahaan minyak yang beroperasi di Indonesia, dapat menularkan kemampuannya itu untuk merombak dan memperbaiki kemampuan manajerial TNI. Isu perombakan kemampuan manajerial itulah yang selama lima tahun masa jabatan Menhan sebelumnya, Juwono Sudarsono, relatif masih belum tersentuh. "Pejabat sebelumnya memang berhasil menelorkan kebijakan terkait doktrin dan Buku Putih Pertahanan. Namun, secara organisasi kan masih sama," ujar Andi.

Hal itu terlihat dari sulitnya upaya perombakan dan perbaikan mekanisme pengadaan peralatan utama sistem persenjataan (alutsista) TNI yang disebut-sebut masih sangat dipengaruhi dorongan atau pengaruh pihak luar, macam perantara senjata, daripada kebutuhan riil TNI. Andi melansir persoalan seputar pengadaan alutsista TNI dapat dilihat dari ketidakmampuan pemerintah memanfaatkan tawaran pinjaman negara Rusia sebesar 1 miliar dollar AS untuk pengadaan senjata, beberapa waktu lalu. Prosesnya mandek menyusul keinginan Rusia agar pengadaan itu dijamin bank di Rusia.

Menurut Andi, beberapa jenis persenjataan, macam kapal perang jenis korvet milik TNI Angkatan Laut dan pesawat tempur Sukhoi milik TNI Angkatan Udara, yang datang beberapa waktu belakangan ini, berasal dari warisan proses pengadaan atau pembelian pemerintahan sebelum Presiden Yudhoyono.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

Nasional
Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited  Capai Rp 17,43 Miliar

Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited Capai Rp 17,43 Miliar

Nasional
KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

Nasional
Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Nasional
Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Nasional
Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com