JAKARTA, KOMPAS.com — Walau mengaku tidak ingin mengomentari langkah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono melihat kemungkinan penunjukan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Purnomo Yusgiantoro sebagai pengganti dirinya di pemerintahan periode mendatang sebagai suatu hal yang beralasan.
Menurut Juwono, Senin (19/10), persoalan energi semakin lama akan sangat berhubungan erat dengan isu-isu pertahanan, mengingat keberadaan sumber daya energi (alam) menjadi salah satu faktor penentu keamanan sebuah negara (energy security).
Sosok Purnomo, menurut Juwono, terbilang cocok dan sangat paham terhadap keterkaitan tersebut, yang memang menjadi perhatian banyak negara.
Tanggapan itu disampaikannya saat dihubungi Kompas per telepon, Senin malam. "Saya kira menhan di mana pun akan mengaitkan kedua hal tadi. Salah satu faktor terpenting dari mobilitas persenjataan dan personel militer adalah ketersediaan bahan bakar. Kesadaran soal energy security dengan masalah keamanan sangatlah erat, bahkan sejak dahulu," ujar Juwono.
Hal itu disampaikan Juwono saat ditanya menyusul diundangnya Purnomo oleh Presiden Yudhoyono ke kediamannya di Cikeas, Bogor, Jawa Barat.
Kepada wartawan seusai pertemuan dengan Presiden Yudhoyono, Purnomo mengatakan bahwa dirinya diajak bicara seputar isu pertahanan dan TNI. Dari data Kompas, Purnomo berpengalaman menjadi presiden OPEC untuk Indonesia dan tiga kali menjabat sebagai menteri ESDM di tiga pemerintahan sejak tahun 2000 hingga 2009. Dia juga pernah menjabat wakil gubernur Lembaga Pertahanan Nasional (Lemhannas) pada tahun 1998-2000.
Lebih lanjut, Juwono mengingatkan bahwa dalam lima tahun ke depan persoalan pertahanan yang akan dihadapi tetap terkait masalah keterbatasan ketersediaan anggaran belanja pertahanan. Kemampuan APBN menurutnya masih akan jauh dari kebutuhan riil pertahanan seperti yang terjadi selama ini.
Untuk itu, Juwono meminta pejabat menhan mendatang dapat tetap mampu menjaga efisiensi penggunaan anggaran belanja pertahanan yang diberikan di tengah berbagai keterbatasan dan tingginya kebutuhan. Kalaupun ada kenaikan perolehan alokasi anggaran sebesar Rp 7 triliun-Rp 10 triliun per tahun, besaran itu diyakini akan tetap tidak mampu mengimbangi kebutuhan riil yang juga terus meningkat.
"Jadi harus diperhatikan soal ketepatan, kecermatan, dan kehematan penggunaan anggaran yang ada," ujar Juwono.
Penilaian serupa juga disampaikan mantan anggota Komisi I dari Fraksi PDI-P, Andreas Pareira, yang dihubungi terpisah. Dia meyakini, pemahaman strategis tentang isu sumber daya alam sangat diperlukan di masa mendatang, terutama dikaitkan dengan isu pertahanan.
"Kita sudah sering lihat konflik yang terjadi di negara-negara Timur Tengah, Irak, dan Afganistan, terkait erat perebutan sumber daya energi. Begitu juga hubungan kita dengan negara tetangga, seperti Malaysia, seperti di wilayah kaya minyak di Ambalat," ujar Andreas.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.