Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Beberapa Catatan Kritis soal RUU Rahasia Negara

Kompas.com - 17/09/2009, 13:21 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Salah satu yang tidak masuk akal dalam Rancangan Undang-Undang Rahasia Negara (RUU-RN) adalah memberikan sanksi hukuman mati pada setiap orang yang terbukti menyebarkan rahasia negara dalam masa perang.

"Ini tidak masuk akal, apalagi Indonesia dikenal sebagai negara bermoral," kata Toby Mendel, Kepala Program Article XIX, lembaga yang fokus pada kebebasan berekspresi dalam suatu diskusi di Jakarta, Kamis (17/9).

Menurutnya, pemberian sanksi sebagaimana telah diatur dalam hukum internasional soal rahasia negara dilakukan secara berjenjang. Tidak bisa diberikan hukuman yang langsung berat. Hal ini terkait dengan siapa yang paling bertanggung jawab dalam rahasia negara. Berdasarkan hukum internasional, sangat jelas bahwa negara dalam hal ini para pejabat yang memiliki tanggung jawab untuk menjaga rahasianya.

"Bukan masyarakat sipil yang bertanggung jawab, apalagi jika hukumannya lebih berat diletakkan pada masyarakat sipil," tutur Toby.

Kemudian, ia memaparkan beberapa catatan pada RUU-RN. Pertama, dalam RUU tersebut tampak ada kekurangjelasan keterkaitan kerahasiaan dengan UU Keterbukaan Informasi Publik. "Negara perlu menjaga rahasianya, tetapi jangan sampai RUU ini akan memengaruhi terpenuhinya HAM yang sangat dasar dan akan melanggar KIP yang sudah resmi disahkan," papar Toby.

Kedua, perlunya memberi kejelasan yang nyata bahwa kerahasiaan informasi hanya berlaku apabila publikasi informasi tersebut menimbulkan risiko kerusakan yang serius terhadap suatu kepentingan tertentu. Ketiga, tidak adanya pengabaian terhadap ketentuan agar supaya informasi itu akan dibuka apabila hal tersebut sepenuhnya merupakan kepentingan umum.

Keempat, perlu adanya kendali yang besar terhadap penggolongan informasi, termasuk dengan cara membuat daftar dari dokumen rahasia yang ada dan dengan memperpendek durasi maksimum dari penggolongan pada tiap tingkatan.

"Harus ada hukum klasifikasi yang ketat untuk menghindari penyelewengan. Dalam RUU tidak ada klasifikasi yang jelas dan ketat terhadap kemungkinan terjadinya penyelewengan," papar Toby.

Kelima, perluasan kewajiban untuk melindungi kerahasiaan di luar para pejabat dengan menyertakan individu-individu swasta yang telah menerima bocoran rahasia. "Data personal juga dilindungi karena berpotensi diselewengkan penggunaannya untuk kepentingan tertentu," tutur Toby.

Keenam, kegagalan untuk memberikan pendalaman sistem, misalnya di DPR. Untuk itu, ia menyarankan supaya dibentuk Dewan Pengawas di DPR. "Sehingga ada pengawasan berjenjang sehingga potensi penyelewengan bisa diminimalisasi," tandas Toby.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Nasional
Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Nasional
PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

Nasional
Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Nasional
Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Nasional
Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Nasional
PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

Nasional
Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Nasional
Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Nasional
Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Nasional
KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

Nasional
Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Nasional
Satkar Ulama Dukung Airlangga Jadi Ketum Golkar Lagi, Doakan Menang Aklamasi

Satkar Ulama Dukung Airlangga Jadi Ketum Golkar Lagi, Doakan Menang Aklamasi

Nasional
Gibran Temui Prabowo di Kertanegara Jelang Penetapan Presiden-Wapres Terpilih

Gibran Temui Prabowo di Kertanegara Jelang Penetapan Presiden-Wapres Terpilih

Nasional
KPU Batasi 600 Pemilih Tiap TPS untuk Pilkada 2024

KPU Batasi 600 Pemilih Tiap TPS untuk Pilkada 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com