Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hati-hati Pembredelan Pers Gaya Baru!

Kompas.com - 08/08/2009, 02:25 WIB

JAKARTA, KOMPAS - Rancangan Undang-Undang Rahasia Negara diyakini masih kuat berpotensi membahayakan kebebasan pers bahkan dapat memunculkan bentuk pembredelan gaya baru, tidak jauh berbeda dengan pembredelan yang dilakukan pemerintahan otoriter Orde Baru di masa lalu. Potensi pembredelan itu tampak dalam sejumlah pasal yang mengatur soal sanksi pidana dan denda bagi korporasi, yang dianggap melanggar ketentuan tentang rahasia negara.

Untuk itu Ahmad Faisol dari Institut Studi Arus Infomasi (ISAI), Jumat (7/8), mengajak semua pihak mewaspadai masalah itu. Menurut Faisol, dalam pasal 49 ayat 2 RUU RN disebutkan, korporasi yang melanggar dapat ditempatkan di bawah pengawasan, dibekukan atau dicabut izinnya, dan dinyatakan sebagai korporasi terlarang, selain dipidana penjara atau denda paling sedikit Rp 50 miliar hingga Rp 100 miliar.

Rancangan Undang-Undang Rahasia Negara bakal menjadi sarana bredel baru bagi perusahaan media atau juga perusahaan lain, yang dianggap melanggar aturan itu. "Oleh karena itu kami (ISAI) menolak pengesahan RUU RN," ujar Faisol.

Lebih lanjut tambahnya, ketentuan dalam pasal 49 RUU RN tadi jelas menunjukkan tendensi negara masih ingin mengooptasi dan memberangus kebebasan pers, baik melalui hukuman denda, pencabutan izin, atau menyatakannya menjadi organisasi terlarang.

Namun begitu usai mengundang acara makan siang sejumlah pemimpin redaksi (pemred) media massa nasional di Departemen Pertahanan, Kamis kemarin, Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono mengaku menjamin tidak akan ada lagi kesalahan masa lalu terkait pembredelan pers kembali terjadi. "Saya anggap wajar jika elemen masyarakat sipil dan media massa khawatir RUU RN bakal mengulang kesalahan masa lalu. Namun tadi saya jamin tidak akan terjadi lagi yang namanya tentara terlau ketat mengawasi, akan ada pembredelan secara serta merta. Khawatirnya seperti itu kan?" ujar Juwono.

Menurut Juwono, kalangan masyarakat sipil termasuk lembaga swadaya masyarakat, media massa, dan para jurnalis tidak perlu takut karena justru seharusnya mereka selalu berada di posisi terdepan mengontrol agar tidak terjadi penyalahgunaan aturan perundang-undangan tentang rahasia negara. Apalagi saat ini sudah era keterbukaan di mana kalangan masyarakat sipil dan media massa bisa langsung bersikap kritis. Masyarakat tidak perlu lagi khawatir akan ada yang ditutup-tutupi apalagi sekarang eranya globalisasi dengan berbagai kemajuan teknologi informasi. Namun yang namanya rahasia negara, di negara mana pun tetap ada. Tidak semuanya terbuka. Kalau semua mau serba dibuka, manusia akan menjadi serigala bagi sesamanya seperti yang dikatakan Thomas Hobbes, homo homini lupus. "Hanya yang kuat modal, teknologi, dan uang, atas nama keterbukaan," ujar Juwono.

Untuk itulah segala bentuk kebebasan tetap harus dibatasi, termasuk kebebasan pers. Menurutnya, esensi kebebasan dan keterbukaan adalah membatasi diri.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

RUU DKJ Sepakat Dibawa ke Sidang Paripurna DPR, Mendagri Ucapkan Terima Kasih

RUU DKJ Sepakat Dibawa ke Sidang Paripurna DPR, Mendagri Ucapkan Terima Kasih

Nasional
Dugaan Korupsi di LPEI: Kerugian Ditaksir Rp 2,5 Triliun, Ada 6 Perushaan Lain yang Tengah Dibidik

Dugaan Korupsi di LPEI: Kerugian Ditaksir Rp 2,5 Triliun, Ada 6 Perushaan Lain yang Tengah Dibidik

Nasional
Empat Anggota DPRD Kota Bandung Dicecar Soal Dugaan Titipan Proyek

Empat Anggota DPRD Kota Bandung Dicecar Soal Dugaan Titipan Proyek

Nasional
Ramai Unjuk Rasa Jelang Penetapan Hasil Pemilu, Ini Kata KPU

Ramai Unjuk Rasa Jelang Penetapan Hasil Pemilu, Ini Kata KPU

Nasional
Dukungan ke Airlangga Mengalir saat Muncul Isu Jokowi Diusulkan jadi Ketum Golkar

Dukungan ke Airlangga Mengalir saat Muncul Isu Jokowi Diusulkan jadi Ketum Golkar

Nasional
Sempat Mandek, Tol Gilimanuk-Mengwi Dibangun mulai September Tahun Ini

Sempat Mandek, Tol Gilimanuk-Mengwi Dibangun mulai September Tahun Ini

Nasional
KPK Cecar Eks Wali Kota Bandung Soal Tarif 'Fee Proyek' yang Biasa Dipatok ke Pengusaha

KPK Cecar Eks Wali Kota Bandung Soal Tarif "Fee Proyek" yang Biasa Dipatok ke Pengusaha

Nasional
Netralitas Jokowi Disorot di Forum HAM PBB, Dibela Kubu Prabowo, Dikritik Kubu Anies dan Ganjar

Netralitas Jokowi Disorot di Forum HAM PBB, Dibela Kubu Prabowo, Dikritik Kubu Anies dan Ganjar

Nasional
Penggelembungan Suara PSI 2 Kali Dibahas di Rekapitulasi Nasional KPU, Ditemukan Lonjakan 38 Persen

Penggelembungan Suara PSI 2 Kali Dibahas di Rekapitulasi Nasional KPU, Ditemukan Lonjakan 38 Persen

Nasional
Eks Wali Kota Banjar Cicil Bayar Uang Pengganti Rp 958 Juta dari Rp 10,2 M

Eks Wali Kota Banjar Cicil Bayar Uang Pengganti Rp 958 Juta dari Rp 10,2 M

Nasional
RI Tak Jawab Pertanyaan Soal Netralitas Jokowi di Sidang PBB, Kemenlu: Tidak Sempat

RI Tak Jawab Pertanyaan Soal Netralitas Jokowi di Sidang PBB, Kemenlu: Tidak Sempat

Nasional
Spanduk Seorang Ibu di Sumut Dirampas di Hadapan Jokowi, Istana Buka Suara

Spanduk Seorang Ibu di Sumut Dirampas di Hadapan Jokowi, Istana Buka Suara

Nasional
Jokowi dan Gibran Diisukan Masuk Golkar, Hasto Singgung Ada Jurang dengan PDI-P

Jokowi dan Gibran Diisukan Masuk Golkar, Hasto Singgung Ada Jurang dengan PDI-P

Nasional
Saat Jokowi Bertemu 2 Menteri PKB di Tengah Isu Hak Angket Kecurangan Pemilu...

Saat Jokowi Bertemu 2 Menteri PKB di Tengah Isu Hak Angket Kecurangan Pemilu...

Nasional
Sisa 4 Provinsi yang Belum Direkapitulasi, Sebelum KPU Tetapkan Hasil Pemilu 2024

Sisa 4 Provinsi yang Belum Direkapitulasi, Sebelum KPU Tetapkan Hasil Pemilu 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com