Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MK Kabulkan Gugatan Denny JA

Kompas.com - 03/07/2009, 17:01 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Mahkamah Konstitusi (MK), Jumat (3/7), mengabulkan gugatan uji materi terhadap Pasal 188 Ayat 2 dan 3, Pasal 228, dan Pasal 255 dalam UU No 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden, terkait dengan larangan pengumuman hasil survei pada masa tenang dan larangan pengumuman penghitungan cepat pada pemilu presiden (pilpres) pada saat hari dilaksanakan pilpres. Gugatan ini diajukan oleh Asosiasi Riset Opini Publik Indonesia (AROPI) yang diwakili oleh Ketua Umum AROPI Denny JA dan Sekjen AROPI Umar S Bakri.

''Menyatakan mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian,'' kata Ketua MK Mahfud MD saat pembacaan amar putusan terhadap uji materi UU 42/2008 di ruang sidang MK, Jakarta, Jumat.

Meski demikian, MK menolak gugatan terhadap Pasal 188 Ayat 5, yang berbunyi pelanggaran terhadap ketentuan Ayat 2, 3, dan 4 merupakan tindak pidana pemilu presiden dan wakil presiden, yang menurut pandangan MK tidak lagi relevan terhadap ketentuan Ayat 2 dan 3 karena dalil pemohon untuk Ayat 2 dan 3 oleh MK sudah dinilai beralasan, sehingga ketentuan Ayat 5 dalam UU 42/2008 hanya relevan untuk Pasal 188 Ayat 4 UU 42/2008, yang notabene tidak dimohonkan pengujian oleh pemohon.

MK juga tidak sependapat dengan pandangan pembentuk undang-undang yang diwakili oleh pemerintah dan DPR bahwa hasil survei dan penghitungan cepat (quick count) dapat menimbulkan kekisruhan dan memengaruhi masyarakat pada masa tenang menjelang pemilu atau sebelum lampaunya satu hari setelah pemungutan. Menurut MK, pandangan pembentuk undang-undang tersebut sama sekali tidak faktual karena sejauh dilakukan sesuai dengan prinsip metodologis ilmiah dan tidak bertendensi memengaruhi pemilih pada masa tenang maka pengumuman hasil survei tidak dapat dilarang.

Selain itu, MK berpandangan, sejauh hasil penghitungan cepat (quick count) tidak memiliki data yang akurat untuk menunjukkan pengumuman cepat hasil quick count itu telah mengganggu ketertiban umum atau menimbulkan keresahan di masyarakat. ''Dari sejumlah quick count selama ini, tidak satu pun yang menimbulkan keresahan atau mengganggu ketertiban masyarakat, sebab sejak awal hasil quick count tersebut memang tidak dapat disikapi sebagai hasil resmi,'' ujar dia.

Terhadap putusan MK itu, sebanyak tiga orang hakim MK dari total sembilan orang hakim MK memiliki pendapat berbeda. Tiga orang itu hakim MK itu adalah Achmad Sodiki, M Akil Amochtar, dan M Arsyad Sanusi. AROPI mendaftarkan gugatan tersebut ke MK pada Selasa, 26 Mei 2009 yang lalu. Sebelumnya, MK juga pernah mengabulkan uji materi yang diajukan AROPI terhadap UU Nomor 10 Tahun 2008 tentang pelarangan survei pada masa tenang dan penghitungan cepat ketika masa pencontrengan dalam pemilihan umum legislator.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) AROPI, Umar S Bakri, menuturkan alasan AROPI mengajukan judicial review terhadap UU No 42 Tahun 2008, yakni larangan publikasi survei dan penghitungan cepat bertentangan kebebasan akademis.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

Nasional
Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited  Capai Rp 17,43 Miliar

Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited Capai Rp 17,43 Miliar

Nasional
KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

Nasional
Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Nasional
Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Nasional
Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com