JAKARTA, KOMPAS.com — Walau menolak menyebutkan nominal dana yang telah dikeluarkan selama berkampanye, aktivis yang kini mencalonkan diri sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Partai Golkar untuk Daerah Pemilihan Daerah Istimewa Yogyakarta, Binny Bintarti Buchori, Rabu (18/3) di Jakarta, mengaku sudah habis-habisan membiayai kampanyenya.
Selama ini ia menerapkan beragam strategi berkampanye, mulai dari mencetak stiker, kalender, hingga buklet yang di dalamnya terdapat foto diri dan sejumlah program yang ditawarkan. Selain itu, ia juga mengunjungi masyarakat di sejumlah kecamatan atau kabupaten di daerah pemilihannya, menggelar pendidikan dan pelatihan di pengajian, pertemuan dengan warga, serta talkshow di radio.
”Untung saya dibantu teman-teman aktivis dan jaringan lain, seperti alumni semasa sekolah. Mereka banyak membantu, bahkan ikut menyumbangkan sejumlah dana,” ujar Binny. Ia juga membentuk tim sukses yang berasal dari sesama aktivis.
Menurut Binny, tidak jarang masyarakat yang dia datangi secara terang-terangan meminta sesuatu darinya, baik dalam bentuk uang maupun fasilitas lain. ”Yang jelas, tambah miskin nih karena keluar duit banyak. Jangan-jangan kalau ada survei statistik lagi nanti, saya bisa masuk kategori masyarakat miskin deh,” ujarnya sambil berkelakar.
Binny mengakui, tidak semua daerah di dapilnya didatangi. Paling sekitar 40 persen lokasi strategis yang dia datangi. ”Saya cuma berkampanye di daerah tertentu. Untuk menarik masyarakat mau datang, biasanya saya memberikan doorprize untuk ibu-ibu atau menyumbang untuk kas RT/RW ala kadarnya,” kata Binny.
Harus sungguh-sungguh
Lain lagi cerita Agung Putri Astrid Kartika, aktivis yang kini menjadi calon anggota DPR untuk PDI- P di Dapil Bali. Ia semula menganggap langkahnya sebagai sesuatu yang belum serius. ”Namun, lama-lama saya merasa hal ini harus dijalani dengan sungguh-sungguh,” katanya. Untuk itu, sejak September 2008, ia nonaktif dari jabatan Direktur Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat serta hampir selalu tinggal di Bali.
”Menjadi caleg adalah pelajaran yang amat berharga bagi saya. Tidak ada yang dapat dipegang sebagai kepastian saat terjun di dunia ini. Suara rakyat tidak dapat dipastikan, apalagi dengan ketentuan suara terbanyak,” kata Agung Putri.
Menurut dia, suara terbanyak menyulitkan berjalannya mesin partai. Sesama kader partai bersaing dengan bebas. ”Bagaimana mesin partai dapat berjalan efektif jika, misalnya, pengurus partai tingkat provinsi dan tingkat kabupaten sama-sama bertarung memperebutkan kursi DPRD dari dapil yang sama,” katanya.
Agung Putri selama ini lebih banyak memakai jaringan sesama aktivis LSM dan keluarga. Namun, uang memang memegang peranan penting. Apalagi sebagian tokoh di Bali biasa menerima sumbangan, seperti untuk upacara adat, dari orang yang mereka anggap berhasil.