Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

RUU Komponen Cadangan Masih Dipersoalkan

Kompas.com - 19/02/2009, 22:00 WIB

JAKARTA, KAMIS — Rencana pemerintah, dalam hal ini Departemen Pertahanan, untuk terus menyusun dan mengegolkan Rancangan Undang-Undang Komponen Cadangan masih mengundang pendapat pro dan kontra di kalangan masyarakat sipil.

Kondisi itu terungkap dalam diskusi publik bertema ”Komponen Cadangan Perlukah?”, Kamis (19/2), yang digelar lembaga monitoring hak asasi manusia (HAM) Imparsial, dengan pembicara Makmur Keliat (Universitas Indonesia), Direktur Jenderal Potensi Pertahanan Dephan Budi Soesilo Supandji, dan Rusdi Marpaung (Imparsial).

Mereka yang mendukung yakin, aturan soal keinginan masyarakat untuk terlibat dalam aktivitas bela negara harus bisa difasilitasi oleh pemerintah dan negara serta diatur dalam produk undang-undang (UU) tertentu sesuai ketentuan konstitusi terkait pertahanan negara.

”Rancangan UU ini nantinya sekaligus juga merupakan embrio bentuk pendidikan kerja sama militer-sipil (military-civilian cooperation), yang dirasakan sangat kurang sekarang. Kerja sama itu dilakukan untuk keperluan tertentu seperti penanganan dan penanggulangan bencana,” ujar Budi dalam diskusi.

Pendidikan macam itu dinilai Budi sangat diperlukan, apalagi mengingat Indonesia berada di kawasan rawan bencana alam gunung berapi dan gempa bumi atau dikenal dengan istilah kawasan ”cincin api” (ring of fire).

Melihat dari sejumlah kejadian bencana alam sebelumnya, macam gempa bumi dan tsunami di Aceh dan gempa bumi di Yogyakarta, Budi menilai elemen masyarakat sipil masih belum bisa mengimbangi kesigapan dan kemampuan kerja militer yang pada saat pertama langsung tanggap dan menerjunkan personel ke lokasi.

Lebih lanjut Budi membantah adanya anggapan keberadaan Komponen Cadangan nantinya bakal disalahgunakan, misalnya untuk menggantikan peran komponen utama (TNI) dalam menangani persoalan tertentu, seperti penanganan terorisme atau mengatasi gerakan separatisme atau masalah ancaman dari dalam negeri.

”Komponen cadangan hanya untuk menghadapi ancaman militer (perang). Mereka tidak akan dikerahkan untuk menangani terorisme, separatisme, atau kerusuhan. Namun memang, soal penggunaan (komponen cadangan) di masa damai lebih lanjut akan diatur dalam RUU lain, yaitu soal mobilisasi dan demobilisasi,” ujar Budi.

Sementara itu, Makmur Keliat dalam diskusi Makmur Keliat menyoroti sejumlah persoalan yang seharusnya terlebih dahulu diperhatikan oleh pemerintah. Misalnya terkait alokasi anggaran yang nanti diperlukan, yang dia nilai jauh lebih baik jika dana itu diprioritaskan alokasinya untuk memenuhi kebutuhan komponen utama (TNI).

”Jangan sampai keberadaan Komponen Cadangan justru memberatkan anggaran Dephan, yang seharusnya bisa dialokasikan untuk TNI. Selain itu juga harus dipastikan penetapan sumber daya tertentu, baik alam maupun benda, untuk dijadikan komponen cadangan atau pendukung oleh pemerintah, tidak melanggar hak masyarakat,” ujar Makmur.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Surya Paloh Bakal Temui Prabowo di Kertanegara, Nasdem: Menguatkan Sinyal Komunikasi

Surya Paloh Bakal Temui Prabowo di Kertanegara, Nasdem: Menguatkan Sinyal Komunikasi

Nasional
Temui Mensesneg Pratikno, Menpan-RB Anas Bahas Progres Skenario Pemindahan ASN ke IKN

Temui Mensesneg Pratikno, Menpan-RB Anas Bahas Progres Skenario Pemindahan ASN ke IKN

Nasional
Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Nasional
Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Nasional
Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Nasional
Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Nasional
Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Nasional
Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Nasional
Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Nasional
Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nasional
JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

Nasional
Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Nasional
Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Nasional
DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

Nasional
Komisi II Sebut 'Presidential Threshold' Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Komisi II Sebut "Presidential Threshold" Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com