JAKARTA, SENIN-Daftar perkosaan yang dilakukan oleh anggota polisi semakin panjang. Kejadian yang paling baru adalah kasus perkosaan yang dilakukan oleh Briptu Suparman (26), anggota Samapta Polres Semarang Selatan. Suparman telah dilaporkan memperkosa seorang tahanan wanita berinisial SM saat bertugas menjaga tahanan di Polres Semarang Selatan, Jumat (7/3) lalu.
Sebulan sebelumnya, awal Februari lalu, anggota Polres Bogor Bripka DA juga melakukan pemerkosaan terhadap tahanan perempuang berinisial RT (16). RT juga diperkosa oleh Bripka DA di dalam tahanan. Kasus perkosaan terhadap tahanan di Polsek Madang, Bogor, ini hampir sama dengan yang terjadi di Polres Semarang Selatan.
Kasus perkosaan yang dilakukan oleh anggota Polri ini semakin panjang bila ditambah dengan kejadian-kejadian sebelumnya yang terjadi di berbagai daerah. Hukuman sepertinya tidak pernah membuat anggota Polri jera. Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) melihat hal fragmen peristiwa memalukan oleh polisi ini sebagai kesalahan pembinaan mental. Kompolnas meminta Polri melakukan evaluasi dalam pembinaan mental anggotanya.
"Persoalan ini tak terlepas bagaimana pelaku dididik saat di Sekolah Polisi Negara (SPN). Menurut saya, masalah disiplin dan kepatuhan azas sudah cukup baik. Tapi sepertinya pendidikan mental yang masih kurang," ujar Novel Ali salah satu anggota Kompolnas melihat berbagai peristiwa amoral yang dilakukan oleh anggota polisi, Senin (17/3).
Namun penilaian dari Kompolnas ini dibantah oleh Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Abubakar Nataprawira. Menurut Abubakar, kejadian itu kasuistik dan kembali pada mental masing-masing anggota. Tidak ada kaitannya dengan pola rekrutmen maupun pembinaan. "Kita selalu melakukan evaluasi atas kekurangan dan kelebihan pola rekrutmen dan pembinaan setiap tahun. Yang kurang kita perbaiki. Kalau soal ada anggota yang begitu, itu faktor mental individu," tandas Kadiv Humas Polri.
Ia menegaskan, anggota yang melakukan pelanggaran seperti yang dilakukan oleh Briptu Suparman, bakal terancam dua hukuman, yakni hukuman etika dan profesi. Kedua adalah hukuman tindak pidana yang akan diproses lewat pengadilan umum. Sementara hukuman etika dan profesi akan dijatuhkan lewat sidang kode etik oleh internal pimpinan pelaku.
Proses hukum etika dan profesi akan menjatuhkan sanksi apakah pelaku dipecat dari tugas kepolisian atau hanya menjalani mutasi. Sementara proses hukum pidana, akan memenjarakan pelaku sebagaimana pelaku tidak pidana pada umumnya. "Kita tidak akan melindungi anggota yang melakukan tindak pidana. Kita akan proses secara transparan dan sesuai dengan Undang-undang yang berlaku. Kita akan bawa kasus ini sampai ke pengadilan," tegas Abubakar.
Namun kenyataan di lapangan, sampai sekarang Kapolres Semarang Selatan AKBP Imran Yunus masih menutup-nutupi kronologis perkosaan di dalam tahanan itu. Ia masih menutup rapat kasus ini meskipun sudah berselang satu minggu. "Tunggu saja nanti di pengadilan," katanya mengelak menjelaskan kronologisnya.
Sementara menurut informasi lain, perkosaan itu terjadi Jumat malam atau Sabtu dini hari sekitar pukul 03.00 WIB. Saat itu didalam tahanan ada tiga tersangka yang ditahan. Dua orang lagi disuruh pindah ke tahanan lain, sementara korban SM, warga Susukan, Semarang, diperkosa yang tinggal sendirian Suparman di dalam tahanan.
Setelah selesai menggagahi tahanan yang tengah hamil muda ini, dua tahanan lainnya yang sempat diungsikan, disuruh balik lagi ke tahanan dan tahanan dikunci kembali. Kasus ini baru dilaporkan oleh korban setelah pelaku lepas tugas. Korban perkosaan yang ditahan karena kasus penganiayaan ini baru berani melaporkan setelah pelaku tidak bertugas. (Persda Network/Sugiyarto)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.