Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Farida Azzahra
Tenaga Ahli DPR

Tenaga Ahli DPR RI

Maju Mundur Demokrasi Dalam Sistem Proporsional Pemilu

Kompas.com - 05/06/2023, 11:17 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

TUJUH bulan sudah sejak permohonan uji materiil Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu) terdaftar di Mahkamah Konstitusi (MK). Namun, hingga saat ini belum tercipta kepastian hukum lantaran MK belum memutus permohonan terkait UU Pemilu itu, yang mempersoalkan mekanisme pelaksanaan pemilu melalui sistem proprosional terbuka.

Ada delapan pasal yang dianggap bermasalah dalam UU Pemilu, yaitu Pasal 168 ayat (2), Pasal 342 ayat (2), Pasal 353 ayat (1) huruf b, Pasal 386 ayat (2) huruf b, Pasal 420 huruf c-d, Pasal 422, Pasa 424 ayat (2), dan Pasal 426 ayat (3). Keberadaan pasal-pasal tersebut dinilai bertentangan dengan arah pengaturan pelaksaan pemilu dalam Pasal 22E ayat (3) UUD 1945. 

Pasal 22E ayat (3) itu intinya mengatur bahwa peserta pemilu adalah partai politik. Karena itu, menurut pihak pemohon, pemilu dilaksanakan dengan hanya memilih partai, bukan memilih secara gamblang nama anggota calon legislatif (caleg) yang diusung. Hal itulah yang lebih dikenal dengan sebutan sistem proporsional tertutup.

Baca juga: Jawaban MK Usai Dituding Bakal Putuskan Sistem Pemilu Proporsional Tertutup...

Persaingan Partai atau Persaingan Caleg?

Salah satu persoalan yang diangkat para pemohon uji materiil UU Pemilu adalah bahwa pemilihan individu sebagai caleg secara terbuka telah melanggengkan praktik money politic dan politik identitas. Hal itu kemudian dianggap merugikan partai politik lantaran caleg hanya akan bersikap pragmatis terhadap dirinya, tanpa memiliki ikatan ideologis dengan partai.

Menurut para pemohon, hal itu menciptakan kompetisi yang tidak sehat.

Sistem pemilu proporsional tertutup sebenarnya telah menjadi sejarah pada pelaksanaan pemilu sebelum tahun 2004. Para pemilih dalam Pemilu 1999, misalnya, hanya memilih partai politik. Pembagian suara dan penentuan caleg yang berhasil mendapatkan kursi legislatif menjadi keputusan internal partai politik.

Praktik tersebut kemudian bergeser pada pelaksanaan Pemilu 2004. Arah progresif pergeseran sistem pemilu itu pertama kali diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilu. Dalam undang-undang tersebut, para pemilih dapat langsung memilih inidividu sebagai anggota legislatif pilihannya.

Namun, arah pelaksanaan sistem proporsional pemilu saat itu belum sepenuhnya bergeser ke arah proporsional terbuka, hanya ‘semi terbuka’. Sebab, caleg hanya akan terpilih apabila mendapat perolehan suara sejumlah kuota harga satu kursi dengan bilangan pembagi pemilih (BPP) sebesar 30 persen.

Baca juga: Menanti Putusan MK, Apa Beda Sistem Pemilu Proporsional Tertutup dan Terbuka?

Praktik tersebutlah yang kemudian mengilhami pengajuan uji materiil terhadap sistem proporsional semi terbuka pada 2008. Dasar pengujian tersebut adalah praktik pelaksanaan pemilu itu telah dianggap bertentangan dengan prinsip demokrasi dan pengaturan mengenai kesempatan serta kesamaan kedudukan di hadapan hukum dan pemerintahan, sebagaimana yang dijamin konstitusi.

MK kemudian mengabulkan uji materiil tersebut melalui putusan No.22-24/PUU-VI/2008 dan menetapkan pelaksanaan pemilu di Indonesia dengan sistem proporsional terbuka.

Dalam pertimbangannya, MK berpendapat, konstitusi melalui Pasal 22E ayat (1) UUD NRI 1945 telah mengamanatkan pelaksanaan pemilu yang mengedepankan kebebasan dan partisipasi rakyat sesuai prinsip demokrasi serta menjunjung tinggi transparansi dan kedaulatan rakyat. Sehingga pelaksanaan pemilu dengan sistem proporsional tertutup atau dengan sistem semi terbuka bertentangan dengan ketentuan Pasal 22E dan Pasal 28D ayat (1) tentang jaminan kesamaan di hadapan hukum.

MK juga menilai, pemilihan anggota legislatif dengan mekanisme BPP dan penentuan nomor urut dalam sistem proporsional semi terbuka merupakan standar ganda yang telah mereduksi hak suara rakyat untuk memilih caleg berdasarkan pilihannya sesuai dengan suara terbanyak. Hal-hal tersebutlah yang kemudian melandasi MK menggeser arah sistem pemilu menjadi sistem proporsional terbuka penuh.

Jika kemudian isu mengenai sistem pemilu kembali dipersoalkan, bukankah itu merupakan suatu degradasi demokrasi? Sebab, hakikat demokrasi adalah pemilihan yang didasarkan pada kehendak rakyat untuk memilih individu yang akan mewakilinya. Dalam hal ini, rakyat memiliki hak untuk memilih wakil yang akan merepresentasikan kepentingannya, bukan kepentingan partai politik.

Oleh sebab itu, sudah sepatutnya persaingan yang berlangsung ialah persaingan antar individu sebagai caleg bukan persaingan antar partai. Partai politik seyogianya melakukan reformasi dan optimalisasi fungsi. Penolakan terhadap sistem proporsional tertutup juga tidak terlepas dari rendahnya kepercayaan publik terhadap partai politik.

Karena itu, partai politik perlu untuk merefleksi hakikat dan tujuan pembentukannya, yakni dalam rangka meningkatkan edukasi dan partisipasi politik. Selain itu, perlu juga dilakukan reformasi internal partai untuk menghapuskan budaya feodal, serta memperbaiki sistem kaderisasi dan regenerasi kepemimpinan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah 'Nyapres' Tidak Jadi Gubernur Jabar

Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah "Nyapres" Tidak Jadi Gubernur Jabar

Nasional
Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Nasional
Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Nasional
Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

Nasional
Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited  Capai Rp 17,43 Miliar

Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited Capai Rp 17,43 Miliar

Nasional
KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

Nasional
Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Nasional
Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Nasional
Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com