Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Minta Publik Awasi Sebelum MK Putuskan Sistem Pemilu, Denny Indrayana: Kalau Sudah Diputus, Tak Bisa Dikoreksi

Kompas.com - 04/06/2023, 09:48 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar hukum tata negara Denny Indrayana berharap publik memberikan pengawasan lebih terhadap Mahkamah Konstitusi (MK) sebelum memutuskan perkara sistem pemilihan legislatif (pileg).

Sebab, ia tak ingin MK melakukan blunder dua kali, yang menurutnya sudah dilakukan ketika memutuskan masa perpanjangan jabatan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dari empat menjadi lima tahun.

"Itu sebabnya saya kemudian mengambil sikap memberikan publik kesempatan untuk mengontrol tentang sistem legislatif terbuka tertutup ini," kata Denny dalam acara Gaspol! Kompas.com, dikutip Minggu (4/6/2023) di Youtube.

Baca juga: Jawaban MK Usai Dituding Bakal Putuskan Sistem Pemilu Proporsional Tertutup...

"Agar kemudian tidak terlanjur. Kalau sudah diputus, tidak bisa lagi dikoreksi, final and binding," tambah dia.

Denny menegaskan, apabila MK sudah memutuskan sistem pemilu kelak, maka tak ada lagi yang bisa mengoreksi.

Sekecil apa pun putusan tersebut, kata dia, tak bisa diubah lagi. Sehingga tak ada ruang lagi bagi publik untuk menganulir putusan MK.

"Enggak ada ruang kita untuk kemudian bisa mengatakan, 'Hei MK nih keliru ya, perbaiki titik komanya'. Enggak bisa," tutur dia.

"Jangankan satu dua kalimat, titik komanya pun enggak boleh diubah," sambung dia.

Baca juga: MK Diminta Pertimbangkan Putusan Sistem Pemilu Tak Berlaku untuk Pemilu 2024

Denny menilai, sebelumnya, putusan tentang perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK justru blunder bagi MK sendiri.

Dalam argumentasinya, putusan tersebut bukan lah putusan MK yang sifatnya yuridis, melainkan politis.

"Sebagai bagian strategi pemenangan Pilpres. Supaya pimpinan (KPK) yang sekarang ada, yang dari segi etika bermasalah, karena ada pelanggaran etika dan gratifikasi pemakaian helikopter, dugaan pembocoran dokumen korupsi di kementerian ESDM, itu diperpanjang lagi supaya manajemen penanganan perkaranya itu bisa diatur," nilai Denny.

"Oh yang kawan koalisi dirangkul, oh yang lawan oposisi dipukul. Nah model yang begini ini membutuhkan orang yang bisa diatur. Nah saya khawatir perpanjangan ini karena masih dibutuhkan pengkondisian sampai selesainya pilpres di 2024," sambung dia.

Denny saat ini menjadi perhatian publik karena pernyataannya yang menyebut bahwa MK bakal memutuskan sistem pemilu menjadi proporsional tertutup.

Baca juga: Denny Indrayana Tegaskan Tak Ada Pembocoran Rahasia Negara soal Informasi Putusan MK

Bahkan, cuitan Denny melalui akun Twitter nya itu, direspon oleh Menteri Koordinator Bidang Hukum, Politik, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD, hingga Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Namun, MK menampik informasi yang diberikan oleh Denny tersebut, sebab saat ini belum ada jadwal pengambilan keputusan soal uji materi sistem pemilu tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Jadi Presiden Terpilih, Prabowo Tidak Mundur dari Menteri Pertahanan

Jadi Presiden Terpilih, Prabowo Tidak Mundur dari Menteri Pertahanan

Nasional
Polri: Hingga April 2024, 1.158 Tersangka Judi Online Berhasil Ditangkap

Polri: Hingga April 2024, 1.158 Tersangka Judi Online Berhasil Ditangkap

Nasional
Ganjar Bilang PDI-P Bakal Oposisi, Gerindra Tetap Ajak Semua Kekuatan

Ganjar Bilang PDI-P Bakal Oposisi, Gerindra Tetap Ajak Semua Kekuatan

Nasional
Nasdem Resmi Dukung Prabowo-Gibran, Elite PKS dan PKB Bertemu

Nasdem Resmi Dukung Prabowo-Gibran, Elite PKS dan PKB Bertemu

Nasional
Ahmad Ali Akui Temui Prabowo untuk Cari Dukungan Maju Pilkada Sulteng

Ahmad Ali Akui Temui Prabowo untuk Cari Dukungan Maju Pilkada Sulteng

Nasional
PSI Daftarkan 10 Sengketa Pileg ke MK, Anwar Usman Dilarang Mengadili

PSI Daftarkan 10 Sengketa Pileg ke MK, Anwar Usman Dilarang Mengadili

Nasional
Golkar Lebih Ingin Ridwan Kamil Maju Pilkada Jabar

Golkar Lebih Ingin Ridwan Kamil Maju Pilkada Jabar

Nasional
Polri Lanjutkan Tugas Satgas Pengamanan untuk Prabowo

Polri Lanjutkan Tugas Satgas Pengamanan untuk Prabowo

Nasional
Menhan AS Telepon Prabowo Usai Penetapan KPU, Sampaikan Pesan Biden dan Apresiasi Bantuan Udara di Gaza

Menhan AS Telepon Prabowo Usai Penetapan KPU, Sampaikan Pesan Biden dan Apresiasi Bantuan Udara di Gaza

Nasional
Terima Nasdem, Prabowo: Surya Paloh Termasuk yang Paling Pertama Beri Selamat

Terima Nasdem, Prabowo: Surya Paloh Termasuk yang Paling Pertama Beri Selamat

Nasional
Partai Pendukung Prabowo-Gibran Syukuran Mei 2024, Nasdem dan PKB Diundang

Partai Pendukung Prabowo-Gibran Syukuran Mei 2024, Nasdem dan PKB Diundang

Nasional
MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

Nasional
Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

Nasional
Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Nasional
Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau 'Ge-er'

Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau "Ge-er"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com