Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Hasanuddin Wahid
Sekjen PKB

Sekjen Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Anggota Komisi X DPR-RI.

Pancasila Landasan Kokoh Menuju Kesejahteraan

Kompas.com - 01/06/2023, 12:51 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PANCASILA adalah dasar negara sekaligus ideologi dan filosofi bangsa Indonesia. Sebagai dasar negara, Pancasila dimaknai pula sebagai landasan atau fondasi pembangunan untuk mencapai tujuan berbangsa, yaitu masyarakat adil dan makmur.

Pancasila sebagai dasar negara sudah sangat tepat, tak dapat digangu gugat lagi. Seperti namanya, gabungan lima sila ini menjadi dasar bagi masyarakat dan pemerintah dalam menjalankan berbagai aspek kehidupan, seperti ekonomi, pendidikan, sosial, dan budaya, serta berbagai bidang lain dalam kehidupan berbangsa.

Namun, sayangnya seringkali, sebagai bangsa kita belum mampu menjadikan Pancasila sebagai pijakan yang kokoh bagi pelaksanaan pembangunan untuk meraih kesejateraan.

Pengalaman masa lampau

Sejatinya, alasan kunci yang membuat Pancasila tidak dijadikan landasan bagi pembangunan yang bermuara ke kesejahteraan, adalah penafsiran atau pemaknaan atas Pancasila secara berbeda.

Perbedaan penafsiran terbukti telah menimbulkan penyimpangan dalam tahap pengamalannya.

Rezim Orde Lama pernah menyimpangkan sila keempat Pancasila yang mengutamakan musyawarah dan mufakat, dengan demokrasi parlementer di mana hanya presiden yang berfungsi sebagai kepala negara, sedangkan kepala pemerintahan dipegang oleh perdana menteri. Sistem ini membuat pemerintahan menjadi tidak stabil.

Pada periode 1950-1955, penerapan Pancasila lebih mengarah pada ideologi liberal. Ideologi liberal yang lebih menekankan pada hak-hak individu. Hal tersebut menimbulkan ketakseimbangan antara hak dan kewajiban.

Kemudian, pada periode 1956-1965, pemerintahan Orde Lama memaknai Pancasila secara keliru dengan menerapkan demokrasi terpimpin.

Melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959, Soekarno menjadi pemimpin yang otoriter. Bentuk otoriter ini memuncak ketika MPRS mengangkat Soekarno sebagai presiden seumur hidup.

Edi Rohani lewat bukunya, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (2019), menyatakan bahwa Soeharto, pemimpin Orde Baru menjadikan krisis politik dan kemerosotan ekonomi sebagai dalih untuk memulihkan pascagejolak politik menggunakan Pancasila.

Soeharto memanipulasi istilah Demokrasi Pancasila dengan doktrin P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila) atau Ekaprasetia Pancakarsa untuk memperoleh kesan kuat, bahwa dirinya adalah seorang yang memegang teguh Pancasila.

Padahal, melalui cara itu rezim Orde Baru berusaha melanggengkan kekuasaannya.

Belum jadi landasan pembangunan

Pada era Reformasi, Pancasila memang didudukan pada posisinya yang sebenarnya sebagai dasar negara, ideologi dan filosofi hidup bangsa Indonesia.

Meski demikian, Pancasila belum sungguh-sungguh dijadikan sebagai landasan kokoh berbagai program dan proses pembangunan untuk mewujudkan kesejateraan rakyat.

Fakta di lapangan menunjukkan bahwa hingga saat ini masih banyak oknum pejabat pemerintah dan sejumlah kalangan masyarakat yang mengabaikan Pancasila, baik pada tahap penyusunan program, maupun pada tahap pelaksanaan pembangunan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bertemu Pratikno, Ketua Komisi II DPR Sempat Bahas Penyempurnaan Sistem Politik

Bertemu Pratikno, Ketua Komisi II DPR Sempat Bahas Penyempurnaan Sistem Politik

Nasional
Waketum Nasdem Mengaku Dapat Respons Positif Prabowo soal Rencana Maju Pilkada Sulteng

Waketum Nasdem Mengaku Dapat Respons Positif Prabowo soal Rencana Maju Pilkada Sulteng

Nasional
Bertemu Komandan Jenderal Angkatan Darat AS, Panglima TNI Ingin Hindari Ketegangan Kawasan

Bertemu Komandan Jenderal Angkatan Darat AS, Panglima TNI Ingin Hindari Ketegangan Kawasan

Nasional
5.791 Personel Polri Dikerahkan Amankan World Water Forum Ke-10 di Bali

5.791 Personel Polri Dikerahkan Amankan World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Golkar Buka Suara soal Atalia Praratya Mundur dari Bursa Calon Walkot Bandung

Golkar Buka Suara soal Atalia Praratya Mundur dari Bursa Calon Walkot Bandung

Nasional
Komisi II DPR Ungkap Kemungkinan Kaji Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Komisi II DPR Ungkap Kemungkinan Kaji Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
PKB-Nasdem Merapat, Koalisi Prabowo Diprediksi Makin 'Gemoy'

PKB-Nasdem Merapat, Koalisi Prabowo Diprediksi Makin "Gemoy"

Nasional
Golkar Sedang Jajaki Nama Baru untuk Gantikan Ridwan Kamil di Pilkada DKI Jakarta

Golkar Sedang Jajaki Nama Baru untuk Gantikan Ridwan Kamil di Pilkada DKI Jakarta

Nasional
DPR Segera Panggil KPU untuk Evaluasi Pemilu, Termasuk Bahas Kasus Dugaan Asusila Hasyim Asy'ari

DPR Segera Panggil KPU untuk Evaluasi Pemilu, Termasuk Bahas Kasus Dugaan Asusila Hasyim Asy'ari

Nasional
Sinyal 'CLBK' PKB dengan Gerindra Kian Menguat Usai Nasdem Dukung Prabowo-Gibran

Sinyal "CLBK" PKB dengan Gerindra Kian Menguat Usai Nasdem Dukung Prabowo-Gibran

Nasional
Jadi Presiden Terpilih, Prabowo Tidak Mundur dari Menteri Pertahanan

Jadi Presiden Terpilih, Prabowo Tidak Mundur dari Menteri Pertahanan

Nasional
Polri: Hingga April 2024, 1.158 Tersangka Judi Online Berhasil Ditangkap

Polri: Hingga April 2024, 1.158 Tersangka Judi Online Berhasil Ditangkap

Nasional
Ganjar Bilang PDI-P Bakal Oposisi, Gerindra Tetap Ajak Semua Kekuatan

Ganjar Bilang PDI-P Bakal Oposisi, Gerindra Tetap Ajak Semua Kekuatan

Nasional
Nasdem Resmi Dukung Prabowo-Gibran, Elite PKS dan PKB Bertemu

Nasdem Resmi Dukung Prabowo-Gibran, Elite PKS dan PKB Bertemu

Nasional
Ahmad Ali Akui Temui Prabowo untuk Cari Dukungan Maju Pilkada Sulteng

Ahmad Ali Akui Temui Prabowo untuk Cari Dukungan Maju Pilkada Sulteng

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com