Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
M. Ikhsan Tualeka
Pegiat Perubahan Sosial

Direktur Indonesian Society Network (ISN), sebelumnya adalah Koordinator Moluccas Democratization Watch (MDW) yang didirikan tahun 2006, kemudian aktif di BPP HIPMI (2011-2014), Chairman Empower Youth Indonesia (sejak 2017), Direktur Maluku Crisis Center (sejak 2018), Founder IndoEast Network (2019), Anggota Dewan Pakar Gerakan Ekonomi Kreatif Nasional (sejak 2019) dan Executive Committee National Olympic Academy (NOA) of Indonesia (sejak 2023). Alumni FISIP Universitas Wijaya Kusuma Surabaya (2006), IVLP Amerika Serikat (2009) dan Political Communication Paramadina Graduate School (2016) berkat scholarship finalis ‘The Next Leaders’ di Metro TV (2009). Saat ini sedang menyelesaikan studi Kajian Ketahanan Nasional (Riset) Universitas Indonesia, juga aktif mengisi berbagai kegiatan seminar dan diskusi. Dapat dihubungi melalui email: ikhsan_tualeka@yahoo.com - Instagram: @ikhsan_tualeka

Antara Korupsi Politik dan Politisasi Korupsi

Kompas.com - 20/05/2023, 11:51 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

BEBERAPA hari lalu, diberitakan dan vial, seorang menteri yang juga sekretaris jenderal salah satu partai politik (parpol) resmi ditetapkan sebagai tersangka korupsi oleh Kejaksaan Agung.

Tentu saja, penetapan tersangka seorang menteri dan pimpinan parpol dalam kasus korupsi bukan perkara baru, sering terjadi, bahkan ada yang sudah keluar penjara dan eksis lagi di politik.

Namun untuk kasus terakhir ini, mungkin juga karena tahun politik jelang pemilihan umum (pemilu) legislatif dan eksekutif, desas-desus atau rumor politik pun mengiringi. Ada yang menganggap motif politik turut melatari penanganan kasus itu.

Rumor politik memang kerap sulit untuk dibuktikan, meski kemungkinan ke arah itu bisa jadi adalah fakta, atau kemudian menjadi kesimpulan publik.

Belajar dari pelaksanaan pemilu secara langsung, legislatif maupun eksekutif, isu korupsi memang selalu mengemuka dan menyita perhatian publik. Ada dua persoalan mendasar terkait korupsi jelang perhelatan politik elektoral.

Pertama, korupsi politik, yaitu korupsi yang dilakukan oleh orang yang memiliki kekuasan politik. Korupsi model ini seringkali dilakukan demi memuluskan kepentingan politik dari pejabat publik yang melakukan tindakan koruptif itu.

Kedua, politisasi korupsi, yakni upaya mempolitisasi kasus korupsi melalui propaganda atau kampanye negatif (negative campaign) dan kampanye hitam (black campaign) untuk menggembosi atau menurunkan citra dan elektoral kandidat, aktor atau entitas politik tertentu jelang election.

Korupsi politik

Sudah menjadi konsekuensi logis, pemilu secara langsung membutuhkan ongkos politik (cost politic) yang besar. Tak ayal kemudian berbagai cara mesti dilakukan guna menambah modal jika ingin ikut berkontestasi dalam pemilu.

Demi menambah modal politik, korupsi sering menjadi jalan pintas sejumlah pejabat publik yang akan ikut dalam politik elektoral, legislatif-eksekutif, pusat dan daerah. Setidaknya ada tiga modus korupsi politik yang sering dipakai oleh pejabat publik.

Pertama, modus penyalahgunaan kewenangan. Dengan sejumlah kewenangan yang dimiliki, kekuasaan politik digunakan oleh pejabat publik berlatar belakang politik atau political officials untuk mendulang pundi-pundi dan kekayaan.

Hasil dari itu, di antaranya juga digunakan untuk memaksimalkan agenda pencitraan politik diri maupun entitas politiknya lewat belanja iklan di media massa, memasang baliho, membayar buzzer, influencer dan sebagainya.

Sebagian dana ditengarai juga disetor kepada parpol yang menaungi atau memiliki afiliasi dengan political officials itu. Menjadi semacam kompensasi atas jabatan politik yang didapat.

Caranya, menerima gratifikasi dari perizinan yang disetujui serta penyimpangan administratif lainnya, mark up proyek, memenangkan tender untuk kolega, hingga kongkalikong dengan legislatif mengakomodasi klausula dalam undang-undang atau peraturan daerah yang menguntungkan konglomerasi.

Kedua, modus menjadikan birokrasi sebagai mesin uang. Modus ini dilakukan oleh political officials yang memang membutuhkan banyak dana untuk aktivitas politik jelang pemilu, terutama oleh calon eksekutif dan legislatif petahana, termasuk pejabat birokrasi.

Seringkali untuk dapat mendanai aktivitas politik, mereka menempuh cara-cara konspiratif. Antara lain dengan menempatkan orang-orang kepercayaan mereka pada posisi strategis di birokrasi guna memengaruhi perencanaan hingga pelaksanaan anggaran.

Dengan begitu orang kepercayaannya di birokrasi bisa cawe-cawe mengutak-atik proporsi anggaran, baik untuk dana bantuan sosial, maupun untuk mendapat persentase atau fee dari realisasi anggaran. Mereka akhirnya mendapat dana besar dari hasil konspirasi.

Akibat dari birokrasi patrimonial yang demikian, hampir seluruh strata birokrasi dipaksa mengumpulkan uang untuk membayar ‘upeti’.

Sehingga aparat birokrasi kemudian terpaksa mencari pendapatan di luar biaya resmi, menarik sogokan, meminta komisi, mark up anggaran dan tindakan koruptif lainnya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Seluruh Kantor Imigrasi Kini Layani Pembuatan Paspor Elektronik

Seluruh Kantor Imigrasi Kini Layani Pembuatan Paspor Elektronik

Nasional
KPK Sebut Nasdem Sudah Kembalikan Rp 40 Juta dari SYL

KPK Sebut Nasdem Sudah Kembalikan Rp 40 Juta dari SYL

Nasional
17 Agustus 2024, Paspor RI Ganti Warna

17 Agustus 2024, Paspor RI Ganti Warna

Nasional
Komisi VIII DPR Harap Resolusi Gencatan Senjata di Gaza Akhiri Penderitaan Rakyat Palestina

Komisi VIII DPR Harap Resolusi Gencatan Senjata di Gaza Akhiri Penderitaan Rakyat Palestina

Nasional
PAN Sebut Susunan Kabinet Prabowo Akan Dibahas Usai Gugatan di MK Selesai

PAN Sebut Susunan Kabinet Prabowo Akan Dibahas Usai Gugatan di MK Selesai

Nasional
DPR RI Resmi Sahkan RUU Desa Menjadi UU, Jabatan Kades Kini Jadi 8 Tahun

DPR RI Resmi Sahkan RUU Desa Menjadi UU, Jabatan Kades Kini Jadi 8 Tahun

Nasional
Menko Polhukam Akan Bentuk Tim Tangani Kasus TPPO Bermodus 'Ferienjob' di Jerman

Menko Polhukam Akan Bentuk Tim Tangani Kasus TPPO Bermodus "Ferienjob" di Jerman

Nasional
PAN Yakin Prabowo-Gibran Bakal Bangun Kabinet Zaken

PAN Yakin Prabowo-Gibran Bakal Bangun Kabinet Zaken

Nasional
Puan Lantik 3 Srikandi Anggota PAW dari Fraksi P-Nasdem, PPP, dan PKB

Puan Lantik 3 Srikandi Anggota PAW dari Fraksi P-Nasdem, PPP, dan PKB

Nasional
Jokowi Gelar Bukber di Istana, Wapres Singgung soal Kendalikan Nafsu Saat Berikan Tausiyah

Jokowi Gelar Bukber di Istana, Wapres Singgung soal Kendalikan Nafsu Saat Berikan Tausiyah

Nasional
Misi Kemanusiaan di Palestina, Fadli Zon Harap Kerja Sama Lembaga Zakat Indonesia-UNRWA Segera Dibentuk

Misi Kemanusiaan di Palestina, Fadli Zon Harap Kerja Sama Lembaga Zakat Indonesia-UNRWA Segera Dibentuk

Nasional
Soal Pemilu Ulang Bisa Timbulkan Krisis, Kubu Ganjar-Mahfud: Alasan Mengada-ada

Soal Pemilu Ulang Bisa Timbulkan Krisis, Kubu Ganjar-Mahfud: Alasan Mengada-ada

Nasional
DPR Setujui Perpanjangan Waktu Pembahasan RUU KIA, Puan Ungkap Alasannya

DPR Setujui Perpanjangan Waktu Pembahasan RUU KIA, Puan Ungkap Alasannya

Nasional
Arus Mudik Lebaran 2024 Diperkirakan Melonjak, Komisi V DPR Minta Kemenhub Serius Siapkan Kelaikan Angkutan Umum

Arus Mudik Lebaran 2024 Diperkirakan Melonjak, Komisi V DPR Minta Kemenhub Serius Siapkan Kelaikan Angkutan Umum

Nasional
Yakin MK Tolak Gugatan Anies dan Ganjar, TKN: Gugatannya Tidak Masuk Akal

Yakin MK Tolak Gugatan Anies dan Ganjar, TKN: Gugatannya Tidak Masuk Akal

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com