JAKARTA, KOMPAS.com - Ahli hukum Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), Yenti Ganarsih mengungkapan, regulasi atau payung hukum untuk menindak pelaku TPPU sebenarnya sudah ada.
Namun, hal itu tergantung kemauan dari aparat penegak hukum (APH).
“Kan ini permasalahannya bukan regulasi, masalah kemauannya, kemampuan, dan pemahaman dari penegak hukum,” ujar Yenti usai acara diskusi restitusi bagi korban TPPU di kawasan Cilandak, Jakarta Selatan, Selasa (9/5/2023).
Yenti mengatakan, dalam beberapa kasus, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak menjerat tersangka korupsi dengan menyertakan pasal pencucian uang.
Baca juga: Mahfud Bentuk Satgas Usut Dugaan Pencucian Uang Rp 349 T di Kemenkeu
“Kalau ada kejahatan asal, kalau ada korupsi, kemudian uangnya sudah dibawa ke mana-mana, itu pasti TPPU, dan jadikan satu berkas,” kata Yenti.
Yenti menegaskan bahwa penindakan TPPU tidak mentok di regulasi.
Namun, ia tidak memungkiri bahwa penindakan itu harus dibarengi dengan perampasan aset.
“Memang harus dikuatkan dengan asset recovery,” kata Yenti.
Baca juga: Satgas TPPU Transaksi Rp 349 T Dibentuk: Ada Mahfud dan Wakabareskrim, Sri Mulyani Tak Masuk
“Mau disempurnakan seperti apapun (regulasinya) kalau kemauan dan kemampuan penyidik, integritas penyidik, kemauan negara, serta political will-nya enggak ada ya enggak ada gunanya. Atau ada conflict of interested ya percuma,” ucap dia.
Yenti pun meminta aparat penegak hukum tidak membiarkan laporan masyarakat terkait TPPU.
“Untuk APH-nya jangan korban sudah lapor, dibiarkan,” kata Yenti.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.