JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin, menilai, sinyal dukungan yang beberapa kali dimunculkan Presiden Joko Widodo untuk kandidat bakal calon presiden (capres) Pemilu 2024 masih dalam batas wajar.
Selama tak menggunakan alat atau infrastruktur negara, menurut Ujang, tak masalah Presiden melempar sinyal dukungan ke kandidat capres tertentu.
“Saya sih melihatnya masih dalam batas biasa saja karena standarnya begini, standarnya ada aturan yang dilanggar nggak? Ada aturan konstitusi atau undang-undang yang dilanggar nggak?” kata Ujang kepada Kompas.com, Senin (8/5/2023).
Baca juga: Nasdem: Hubungan Jokowi dan Surya Paloh akan Membaik dengan Sendirinya
Sejauh ini, Jokowi bicara soal politik 2024 hanya melalui lisan. Mantan Wali Kota Solo itu pernah menyiratkan dukungan untuk bakal capres PDI Perjuangan Ganjar Pranowo, serta bakal capres Partai Gerindra Prabowo Subianto.
Menurut Ujang, tak nampak indikasi Jokowi mengerahkan alat negara untuk memberikan dukungannya ke Ganjar ataupun Prabowo.
“Kalau undang-undang dan konstitusi tidak dilanggar dan infrastruktur negara tidak digunakan, itu masih biasa. Tapi kalau sudah menggunakan infrastruktur negara, menggunakan fasilitas negara, itu baru tidak boleh, baru itu tidak etis, baru itu abuse of power. Tapi saya melihat masih dalam posisi yang masih dianggap biasa saja,” ujarnya.
Baca juga: Ganjar, Prabowo, dan Airlangga Masuk Bursa Capres Versi Musra, tapi Keputusan di Tangan Jokowi
Namun demikian, Ujang menilai, kontrol terhadap presiden tetap diperlukan, sebagaimana pernyataan Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh dan mantan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla.
Sebagaimana yang disampaikan dua tokoh tersebut, Presiden hendaknya berdiri di semua kelompok dan golongan dalam menyikapi politik ke depan.
Meski begitu, menurut Ujang, sikap yang ditunjukkan Surya Paloh dalam hal ini tak lepas dari kepentingan politiknya mengusung Anies Baswedan sebagai bakal capres Nasdem pada Pemilu 2024.
Ujang menduga, Surya Paloh merasa tak mendapat dukungan dari Jokowi untuk mengusung Anies, sehingga dia meminta Presiden untuk netral.
“Kenapa mereka meminta presiden netral? Ya karena satu, Jokowi tidak kunjung melempar kode ke Anies,” katanya.
Sejak Nasdem mengumumkan Anies sebagai capres Pemilu 2024, Jokowi seolah justru menjauhi Surya Paloh alih-alih memberikan dukungan ke bakal capres yang mereka usung.
Hubungan Surya Paloh dan Jokowi pun berulang kali diisukan renggang karena Nasdem hendak mencapreskan Anies di bawah Koalisi Perubahan yang dibangun bersama dua partai oposisi, Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Sebaliknya, Jokowi berulang kali menunjukkan sinyal dukungan ke sejumlah nama lainnya, seperti Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto.
“Jokowi dianggap oleh Surya Paloh memberikan kode-kode, indikasi-indikasi dukungan kepada capres yang lain yaitu kepada Pak Prabowo dan Pak Ganjar, itu kan membuat Surya Paloh meradang,” ujar Ujang.
Baca juga: Relawan Tunggu Instruksi Jokowi soal Capres yang Akan Didukung di Pilpres 2024