Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Irvan Maulana
Direktur Center of Economic and Social Innovation Studies (CESIS)

Peneliti dan Penulis

Pejabat Nir Empati: "Empty"

Kompas.com - 07/05/2023, 13:22 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

ADA yang riang gembira saat Presiden Joko Widodo mengumumkan akan mengambil alih perbaikan jalan rusak di Provinsi Lampung.

Terdapat 15 ruas jalan di provinsi tersebut yang akan diperbaiki oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

Untuk memperbaiki jalan di Lampung, pemerintah menganggarkan dana sebesar Rp 800 miliar yang akan mulai dikerjakan pada Juli 2023, di bawah koordinasi Kementerian PUPR.

Saat Presiden mengumumkan pengambilalihan perbaikan jalan itu, reaksi Gubernur Lampung Arinal Djunaidi mendapat cemoohan.

Ia tertangkap kamera langsung tersenyum dan ikut bertepuk tangan bersama para wartawan usai Jokowi menyebut pemerintah akan mengambil alih perbaikan jalan.

Gembira dan bahagia sudah menjadi hak setiap individu hidup, terlebih bagi seorang pejabat publik. Tentu merekalah yang harus bahagia lahir batin terlebih dahulu agar bahagia pula saat melayani kepentingan masyarakat.

Namun, senyum bahagia pejabat menjadi tidak terlalu penting dan tidak bernilai apa-apa alias “empty” jika sama sekali tidak berempati pada rakyat.

Betapapun canggih program pemerintah, berapapun besar anggaran yang digelontorkan pemerintah untuk perbaikan jalan, tak akan lebih penting dibanding empati dalam implementasi kebijakan publik, terlebih jika berkaitan dengan infrastruktur primer yang menjadi urat nadi mobilitas masyarakat.

Setiap pejabat seharusnya punya “stok” empati lebih besar dibanding masyarakat biasa.

Meskipun para pejabat pembuat kebijakan mungkin tidak selalu berinteraksi langsung dengan orang-orang yang terdampak oleh kebijakan mereka, tetapi kebijakan yang didasari empati publik akan menghasilkan fasilitas publik yang sesuai kebutuhan masyarakat.

Pejabat tak perlu banyak pencitraan, tak perlu banyak “blusukan”, cukup hadir dengan kebijakan yang menempatkan kepentingan rakyat sebagai prioritas utama.

Dalam hal ini, empati pejabat menjadi “mata batin” untuk memantulkan dan menginterpretasikan apa yang sedang terjadi dan apa yang dibutuhkan masyarakat (Lacoboni, 2008; Decety & Jackson, 2004; Decety & Lamm, 2006).

Tak perlu hadir secara fisik, cukup dengan laporan data akurat dan empati, pejabat akan mampu mencerminkan setiap proses dan kejadian di mana mereka akan mudah mengetahui keadaan internal masyarakat.

Dengan demikian, empati interpersonal dapat berkontribusi pada tindakan kolektif melalui pemerintah.

Pejabat yang memiliki tingkat empati yang lebih tinggi memiliki kemampuan lebih besar untuk melihat dan memahami keadaan kehidupan orang lain. Oleh karena itu, mungkin mendukung kebijakan publik yang mengatasi kesejahteraan sosial dan kesejahteraan orang lain.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Nasional
Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Nasional
Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Nasional
Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Nasional
Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Nasional
[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

Nasional
Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Nasional
Soal Perpanjangan Kontrak Shin Tae-yong, Menpora: Prinsipnya Kami Ikuti PSSI

Soal Perpanjangan Kontrak Shin Tae-yong, Menpora: Prinsipnya Kami Ikuti PSSI

Nasional
Soal Potensi Jadi Ketum Golkar, Bahlil: Belum, Kita Lihat Saja Prosesnya

Soal Potensi Jadi Ketum Golkar, Bahlil: Belum, Kita Lihat Saja Prosesnya

Nasional
Tanggal 31 Maret Memperingati Hari Apa?

Tanggal 31 Maret Memperingati Hari Apa?

Nasional
Bawaslu Akui Tak Proses Laporan Pelanggaran Jokowi Bagikan Bansos dan Umpatan Prabowo

Bawaslu Akui Tak Proses Laporan Pelanggaran Jokowi Bagikan Bansos dan Umpatan Prabowo

Nasional
Soal Usulan 4 Menteri Dihadirkan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Kami 'Fine-fine' saja, tapi...

Soal Usulan 4 Menteri Dihadirkan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Kami "Fine-fine" saja, tapi...

Nasional
e-Katalog Disempurnakan LKPP, Menpan-RB Sebut Belanja Produk Dalam Negeri Jadi Indikator RB

e-Katalog Disempurnakan LKPP, Menpan-RB Sebut Belanja Produk Dalam Negeri Jadi Indikator RB

Nasional
Menteri PDI-P dan Nasdem Tak Hadiri Buka Puasa Bersama Jokowi, Menkominfo: Lagi Ada Tugas di Daerah

Menteri PDI-P dan Nasdem Tak Hadiri Buka Puasa Bersama Jokowi, Menkominfo: Lagi Ada Tugas di Daerah

Nasional
MK Buka Kans 4 Menteri Jokowi Dihadirkan dalam Sidang Sengketa Pilpres

MK Buka Kans 4 Menteri Jokowi Dihadirkan dalam Sidang Sengketa Pilpres

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com